Hallo, Selamat Datang di Pendidikanmu.com, sebuah web tentang seputar pendidikan secara lengkap dan akurat. Saat ini admin pendidikanmu mau berbincang-bincang berhubungan dengan materi Kerajaan Mataram Kuno? Admin pendidikanmu akan berbincang-bincang secara detail materi ini, antara lain: Silsilah Kerajaan Mataram Kuno Beserta Masa Perkembangannya.
Daftar Isi
Silsilah Kerajaan Mataram Kuno
Jika teori sejarawan Slamet Muljana benar, daftar lengkap raja-raja di Kerajaan Mataram kuno dapat disusun sebagai berikut:
1. Rakai Mataram, Ratu Sanjaya
Ratu Sakai Rakai Mataram adalah penguasa pertama Kerajaan Medang di Jawa Tengah yang memerintah antara tahun 717 dan 746. Namanya disebutkan dalam prasasti Canggal dan prasasti Mantyasih serta dalam naskah tulisan Carita Parahyangan.
Prasasti Canggal juga melaporkan bahwa sebelum pengambilalihan Ratu Sanjaya, ada raja lain bernama Sanna yang berkuasa di pulau Jawa. Setelah Sanna meninggal karena dia meninggal ketika diserang oleh musuh, situasi di Jawa menjadi kacau. Sanjaya putra Sannaha (saudara perempuan Raja Sanna), kemudian ia muncul sebagai raja. Dengan keberanian, ia mengalahkan raja-raja lain di sekitarnya, sehingga pulau Jawa kembali damai.
2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran Dyah Pancapana
Sri Maharaja Rakai Panangkaran Dyah Pancapana adalah raja kedua dari Kerajaan Medang di Jawa Tengah. Dia berkuasa sekitar 770-an. Prasasti Kalasan pada abad ke-778 menyebutkan bahwa prasasti ini adalah sertifikat pelantikan untuk pembangunan sebuah kuil bergaya Buddha yang disebut Tarabhavanam (Buana Tara) untuk menyembah dewi Tara. Kuil ini dibangun atas permintaan guru-guru Raja Sailendra. Dalam isi prasasti, Rakai Panangkaran dirayakan sebagai Sailendrawangsatilaka atau “permata Rumah Sailendra”. Candi yang didirikan oleh Raja Rakai Panangkaran dikenal sebagai Kuil Kalasan.
Isi prasasti Mantyasih menyebutkan bahwa Sanjaya adalah raja pertama kerajaan Medang, yang berarti bahwa Rahyangta i Medang adalah Sanjaya sendiri dalam isi prasasti Wanua III Tengah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Raja Rakai Panangkaran adalah keponakan Rakai Mataram, ratu Sanjaya.
3. Dharanindra atau Indra
Dharanindra atau Indra adalah Maharaja dari dinasti Sailendra yang memerintah Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Medang atau Mataram lama yang berkuasa sekitar abad 782 Masehi. Namanya tercatat dalam prasasti yang disebut prasasti Kelurak berjudul Sri Sanggrama Dhananjaya. Dharanindra diyakini telah berhasil menggulingkan kerajaan lain di sekitarnya dan memerintah dari Semenanjung Malaya ke daratan India.
Nama Maharaja Dharanindra dicatat dalam prasasti Kelurak pada tahun 782. Dalam isi prasasti ini, ia dipuji sebagai Wairiwarawiramardana, yang berarti “untuk menghancurkan musuh perwira”. Julukan ini sangat mirip dengan isi prasasti Nalanda, Wirawairimathana, dan isi prasasti Ligor B Sarwwarimadawimathana.
4. Sri Maharaja Rakai Warak
Sri Maharaja Rakai Warak adalah raja keempat dari Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram lama dan Maharaja dari Kerajaan Sriwijaya yang memerintah sekitar 802. Ada teori oleh sejarawan Slamet Muljana yang berpendapat bahwa nama asli Raja Rakai Warak Samaragrawira, yang ayah Maharaja, adalah Balaputradewa, raja Kerajaan Sriwijaya. Nama Samaragrawira terkandung dalam isi prasasti Nalanda sebagai ayah Maharaja Balaputradewa dari Kerajaan Sriwijaya. Samaragrawira adalah putra seorang raja yang dijuluki Wirawairimathana (pangeran musuh), Dharanindra.
5. Rakai Garung
Rakai Garung adalah raja kelima dari kerajaan Mataram kuno dan anggota dinasti Sanjaya dan merupakan penerus Raja Rakai Warak, yang pemerintahannya berkisar antara 828 hingga 847. Nama Raja Rakai Garung dicatat dalam prasasti Wanua pusat III sebagai memerintah raja di depan Raja Rakai Pikatan.
Menurut sejarawan de Casparis, Raja Rakai Garung sama dengan Dang Karayan Partapan Pu Palar dalam isi prasasti Gandasuli. Dalam prasasti ini, Dang Karayan mengadakan upacara sima. Nama Pu Palar juga dicatat dalam prasasti Karangtengah bersama dengan nama Pramodawardhani dan Samaratungga. Putri Pramodhawardhani dianggap karakter yang sama dengan Sri Kaluhunnan. Jadi de Casparis percaya bahwa Putri Pramodawardhani adalah menantu Raja Rakai Garung, yang menikah dengan Rakai Pikatan.
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan Mpu Manuku
Sri Maharaja Rakai Pikatan Mpu Manuku adalah silsilah kerajaan Mataram kuno dari raja keenam kerajaan Medang pada periode Jawa Tengah berkuasa sekitar 840-an-856-an. Prasasti Wantil dibuat pada 12 November 856. Prasasti ini mengatakan bahwa kuil Siwagrha dibangun sebagai kuil Siwa. Berdasarkan fitur yang dijelaskan dalam isi prasasti ini, candi Siwa diidentifikasi sebagai salah satu candi utama di kompleks candi Prambanan.
Rakai Pikatan alias Rakai Mamrati naik tahta dan menjadi seorang Brahmana yang dipanggil Sang Jatiningrat pada abad ke 856. Tahta Kerajaan Medang kemudian diserahkan oleh putra bungsunya Dyah Lokapala alias Rakai Kayuwangi.
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala Sri Sayyawasanottunggadewa
Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala Sri Sayyawasanottunggadewa adalah raja ketujuh dari Kerajaan Medang pada masa Jawa Tengah atau Kerajaan Mataram lama, yang memerintah dari 856-880. Rakai Kayuwangi adalah putra bungsu dari Raja Rakai Pikatan, yang dilahirkan sebagai putra Permaisuri Pramodawardhani. Nama asli Rakai Kayuwangi adalah Dyah Lokapala (dalam prasasti Wantil) atau Mpu Lokapala (dalam prasasti Argapura).
Tidak pasti kapan Raja Rakai Kayuwangi akan naik takhta. Menurut isi prasasti Mantyasih, raja mengejar Raja Rakai Kayuwangi Raja Rakai Watuhumalang. Sementara itu, pada masa pemerintahan Raja Rakai Kayuwangi Rakai, Putra Mahkota disebut Hino Mpu Aku.
8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
Sri Maharaja Rakai Watuhumalang adalah raja kedelapan dari Kerajaan Medang di era Jawa Tengah, yang pemerintahannya sekitar tahun 890-an. Kaisar Rakai Watuhumalang tidak meninggalkan bukti sejarah dalam bentuk tulisan atas namanya. Dalam prasasti Panunggalan 19 November 896, keberadaan sosok bernama Sang Watuhumalang Mpu Teguh tercatat, yang tidak menyandang gelar kaisar, tetapi hanya gelar haji (raja bawahan).
Dyah Balitung adalah menantu Rakai Watuhumalang, yang berarti bahwa Rakai Watuhumalang adalah putra atau menantu Rakai Pikatan, yang lahir dari selir Rakai Watan Mpu Tamer. Dengan kata lain, Maharaja Rakai Watuhumalang adalah saudara tiri atau ipar dari Rakai Kayuwangi, raja sebelumnya.
9. Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmodaya Mahasambu
Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmodaya Mahasambu adalah raja kesembilan dari Kerajaan Medang di Jawa Tengah atau kerajaan Mataram kuno, yang pemerintahannya berkisar antara 899 hingga 911. Wilayah kerajaan meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur dan bahkan Bali
Selama tur Maharaja Dyah Balitung, istana kerajaan Medang tidak ada di Mataram atau di Mamrati, tetapi dipindahkan ke Poh Pitu yang disebut Yawapura. Ini karena Istana Mamratipura rusak parah akibat perang saudara antara Rakai Kayuwangi dan Rakai Gurunwangi. Sejarawan Boechari mengklaim bahwa kekuasaan Dyah Balitung berakhir karena pemberontakan Mpu Daksa.
10. Mpu Daksa
Mpu Daksa adalah silsilah Kerajaan Mataram kuno, raja kesepuluh Kerajaan Medang di Jawa Tengah, atau Kerajaan Mataram lama yang memerintah antara 913 dan 1919, dengan gelar Sri Maharaja Daksottama Bahubajra Pratipaksaksaya Uttunggawijaya. Mpu Daksa menjadi raja dan menggantikan Maharaja Dyah Balitung, yang adalah saudara iparnya. Hubungan ini didasarkan pada kata Daksa, yang sering disebut dengan nama yang sama dengan istri Dyah Balitung dalam catatan beberapa prasasti.
Prasasti tertua yang ditemukan atas nama Mpu Daksa sebagai kaisar adalah prasasti Satu-Satunya Timbangan dari tahun 913 M. Berisi keluhan dari Dyah Dewa, Dyah Babru dan Dyah Wijaya, yang sebelumnya memiliki hak istimewa Maharaja Rakai Pikatan, tetapi kemudian diwawancarai oleh Dang Acarya Bhutti, yang memegang posisi Sang Pamgat Mangulihi.
11. Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjana Sanmatanuraga Uttunggadewa
Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjana Sanmatanuraga Uttunggadewa adalah raja kesebelas dari Kerajaan Medang di Jawa Tengah atau kerajaan Mataram kuno, yang memerintah antara 919 dan 924. Rakryan Layang adalah putri Mpu Daksa. Dyah Tulodong menikahinya sampai ia menerima gelar Rakai Layang dan bahkan naik tahta untuk menggantikan ayah mertuanya, Mpu Daksa.
Sejarawan Boechari menyatakan pendapat bahwa Dyah Wawa melakukan kudeta terhadap Maharaja Dyah Tulodong dan Mpu Ketuwijaya. Ada kecurigaan bahwa kudeta ini didukung oleh Mpu Sindok, yang menjabat sebagai Rakai Halu, dan kemudian posisinya dengan Rakai Hino naik.
12. Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga
Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga adalah raja kedua belas dan terakhir dari Kerajaan Medang pada masa Jawa Tengah atau Kerajaan Mataram lama, yang memerintah sekitar 924–929 abad. Dyah Wawa adalah sepupu Dyah Bhumijaya, putra Kaisar Rakai Kayuwangi. Karena itu, Dyah Wawa tidak memiliki klaim atas tahta Kaisar Dyah Tulodhong. Sejarawan Boechari percaya bahwa Dyah Wawa telah melakukan kudeta terhadap Kaisar Dyah Tulodhong dari Kerajaan Medang.
Warisan bukti sejarah atas nama Dyah Wawa adalah prasasti Sangguran tanggal 2 Agustus 928 tentang penentuan desa Sangguran sebagai Sima Swatantra atau area bebas pajak bagi penduduk desa untuk merawat bangunan suci di daerah Kajurugusalyan.
13. Mpu Sindok
mpu sindokMpu Sindok adalah garis silsilah ketiga belas dari kerajaan Mataram kuno dan raja pertama kerajaan Medang di Jawa Timur yang memerintah antara 929 dan 947, dengan gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa. Mpu Sindok dikatakan sebagai pendiri dinasti baru bernama Wangsa Isana.
Mpu Sindok menerima gelar Rakai Mahamantri Halu pada masa pemerintahan Dyah Tulodhong, sementara ia mengambil posisi Rakai Mahamantri Hino pada masa pemerintahan Dyah Wawa. Kedua posisi atau gelar adalah posisi tingkat tinggi yang hanya dapat ditransfer ke keluarga kerajaan. Karena itu Mpu Sindok adalah bangsawan kelas tinggi di Kerajaan Medang.
Maharaja Mpu Sindok adalah raja pertama Kerajaan Medang di Jawa Timur. Selama Rakai Mapatih, Hino Mpu Sahasra disebut. Pemerintahan Kaisar Mpu Sindok meninggalkan banyak bukti sejarah dalam bentuk prasasti.
14. Sri Isyana Tunggawijaya
Sri Isyana Tunggawijaya adalah raja keempat belas dan ratu Kerajaan Medang yang memerintah sejak abad ke-94. Dia memerintah berdampingan dengan suaminya bernama Sri Lokapala. Namanya diambil sebagai nama dinasti Isyana, dinasti yang dibangun oleh ayahnya Mpu Sindok, yang pemerintahannya berada di Jawa Timur.
Ratu Sri Isyana Tunggawijaya adalah putri Maharaja Mpu Sindok. Tidak banyak peninggalan sejarah tentang pemerintahannya. Suaminya bernama Sri Lokapala adalah bangsawan dari Kerajaan di Bali. Sebuah peninggalan bersejarah atas nama Sri Lokapala adalah prasasti Gedangan ke-950, yang menyebutkan pemberian desa Bungur Lor dan desa Asana kepada para pendeta Budha di Bodhinimba. Tidak diketahui dengan pasti kapan pemerintahan Sri Lokapala dan Sri Isyana Tunggawijaya berakhir.
15. Sri Makutawangsawardhana
Sri Makutawangsawardhana adalah raja kelima belas dari Kerajaan Medang, yang memerintah sebelum tahun 990-an. Pemerintahan Makutawangsawardhana tidak diketahui dengan pasti. Namanya ada dalam prasasti Pucangan sebagai kakek dari Maharaja Airlangga. Dikatakan bahwa Maharaja Makutawangsawardhana adalah putra dari pasangan Sri Lokapala dan Ratu Sri Isana Tunggawijaya, putri Maharaja Mpu Sindok. Prasasti Pucangan juga mengatakan bahwa Makutawangsawardhana memiliki seorang putri bernama Mahendradatta, yang adalah ibu dari Maharaja Airlangga.
16. Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa
Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa adalah garis keturunan keenam belas dari Kerajaan Mataram kuno dan raja terakhir dari Kerajaan Medang, yang pemerintahannya adalah 991-1007 atau 1016. Dikatakan bahwa Dharmawangsa menikahi putrinya dengan Pangeran Airlangga dari Kerajaan Bali , Di tengah upacara pernikahan, istana kerajaan Medang tiba-tiba diserang oleh pasukan Raja Wurawari dari Kerajaan Lwaram dengan bantuan Tentara Kerajaan Sriwijaya. Istana Maharaja Dharmawangsa di Kota Wwatan dibakar.
Kaisar Dharmawangsa terbunuh dalam serangan itu, sementara Pangeran Airlangga lolos dari maut. Tiga tahun kemudian, Pangeran Airlangga membangun sebuah istana baru di wilayah Wwatan Mas dan menjadi raja sebagai pewaris ayah mertuanya.
Baca Artikel Lainnya: