Hallo, Selamat Datang di Pendidikanmu.com, sebuah web tentang seputar pendidikan secara lengkap dan akurat. Saat ini admin pendidikanmu mau berbincang-bincang berhubungan dengan materi Kerajaan Bali? Admin pendidikanmu akan berbincang-bincang secara detail materi ini, antara lain: silsilah raja kerajaan bali beserta masa perkembangannya.
Awal Masa Kerajaan Bali Kuno
Kerajaan Bali kuno dikenal sebagai awal dari garis keturunan kerajaan Bali, berdasarkan bukti sejarah yang ditemukan di beberapa dari mereka, yaitu candi di Bali
1. Stempel
Bukti sejarah awal berdirinya Kerajaan Bali dalam bentuk cap dasar dari daerah Pejeng Bali. Bukti sejarah dikatakan ditemukan pada abad ke 8 Masehi
2. Prasasti
Bukti sejarah lebih lanjut dalam bentuk prasasti. Beberapa prasasti dengan tahun yang berbeda ditemukan. Prasasti pertama memiliki nomor dari 882. AD prasasti ini menunjukkan perintah untuk membangun pertapaan dan akomodasi di wilayah pegunungan Kintamani. Namun, prasasti ini tidak mengandung informasi dari raja yang berkuasa saat itu. Prasasti kedua adalah nomor 911 M dan berisi izin untuk membangun bangunan suci untuk pemujaan Bhatara bagi penduduk desa Trunyaan. Kemudian prasasti ketiga adalah prasasti Blanjong, yang isinya ditulis dalam bahasa Sansekerta dan campuran Bali kuno dengan huruf Pranagawi, Kawi. Prasasti Blanjong memiliki nomor dari 914 M, maka prasasti Blanjong dikatakan sebagai bukti sejarah pendirian kerajaan Bali kuno.
Silsilah Kerajaan Bali
Raja pertama dari kerajaan Bali kuno disebut Kesari Warmadewa atau Sri Kesari Warmadewa sebagai pendiri dinasti Warmadewa dan mengikuti urutan silsilah raja dari periode dasar pertama:
1. Sri Kesari Warmadewa
Sri Kesari Warmadewa, yang digambarkan sebagai raja pertama dan pendiri dinasti Warmadewa, dikatakan berasal dari Sumatra dan datang ke Bali pada akhir abad ke-9. Ini karena persaingan antara dua kerajaan antara Kerajaan Mataram dan Kerajaan Sriwijaya. Sri Kesari juga membangun sebuah istana di desa Besakih yang disebut Singhadwala atau Singhamandawa. Raja Sri Kesari Warmadewa dikenal karena pengabdiannya untuk menyembah para dewa. Ini dibuktikan dengan peninggalan berupa lonceng perunggu yang berasal dari Kamboja. Lonceng ini berfungsi sebagai isyarat bagi para biksu Buddha yang juga dapat mengadakan kebaktian di biara masing-masing. Lonceng saat ini disimpan di desa Pejeng, Gianyar, di Pura Penataran Sasih. Dengan pemerintahan Sri Kesari warmadewa, keadaan penduduk sangat menguntungkan dan kaya. Budaya juga berkembang dengan cepat. kemudian memperbesar dan memperluas Pura Besatih Penataran. Shri Kesari Warmadewa juga merupakan tokoh sejarah, karena ada bukti dari beberapa prasasti yang tersisa, seperti prasasti Blanjong di Sanur, prasasti Panempahan di Tampaksiring dan prasasti Malatgede, yang semuanya ditulis hampir secara bersamaan. Namun, pemerintahannya segera diganti.
2. Ugrasena
Penguasa kerajaan berikutnya, Ugrasena atau Ratu Sri Ugrasena, berada di pusat pemerintahannya di Singhamandawa pada masa pemerintahannya antara 915 dan 942. Beberapa sumber mengatakan bahwa pemerintahan Raja Ugrasena sama dengan pemerintahan MPU dari Dinasti Isyana di Jawa Timur. Selama masa pemerintahan Ugrasena, beberapa peninggalan dibuat dalam bentuk prasasti, yang meliputi pembebasan pajak untuk daerah-daerah khusus, keberadaan upacara keagamaan, pembangunan tempat-tempat suci dan penghargaan. Setelah kematian Ugrasena diculik dan tahta penguasa diambil alih oleh Tabanendra Warmadewa.
3. Tabanendra Warmadewa
Setelah kematian Ugrasena, kepemimpinan raja dilanjutkan oleh Tabanendra Warmadewa, yang merupakan keturunan Ugrasena. Raja Tabanendra Warmadewa memiliki seorang permaisuri bernama Ratu Sri Subhadrika Dharmadewi yang dikatakan mendukung pekerjaannya sebagai raja. Pada masa pemerintahan Tabanendra, Warmdewa juga memberikan pembebasan pajak untuk desa-desa khusus dan memberikan izin kepada para imam untuk membangun tempat suci di makam raja sebelumnya.
4. Indrajayasingha Warmadewa
Indrajayasingha Warmadewa juga dikenal sebagai Jayasingha Warmadewa. Bukti sejarah pemerintahan Raja Jayasingha Warmadewa dalam bentuk prasasti dengan nama prasasti Manukaya dari 882 Saka. Tulisan itu berisi perintah raja untuk mengembalikan Tirtha di udara Mpul (sekarang Tirtha Empul di Tampaksiring). Ini karena Raja Jayasingha membangun dua pemandian di desa Manukraya pada waktu itu.
5. Ratu Sri Janasadhu Warmadewa
Pemerintahan Janasadhu Warmadewa adalah menjelang akhir abad ke-10 M, sebagai raja kelima dari rumah Warmadewa. Bukti sejarah raja Jasanadhu adalah bahwa hanya ada satu prasasti, prasasti Sembiran, yang ada di Saka atau 975 M pada 897, dan bahwa perintah Raja Janasadhu Warmadewa kepada penduduk desa Julah dan desa-desa sekitarnya (Indrapura, Buwun Dalam dan Hiliran) berisi bantuan dalam perbaikan tempat ibadah. dan mempersenjatai diri sebagai upaya perlindungan dalam peperangan dan menghadapi perampokan.
6. Sri Wijaya Mahadewi
Setelah pemerintahan Raja Janasadhu Warmadewa, kepemimpinan kerajaan digantikan oleh seorang ratu bernama Sri Wijaya Mahadewi. Menurut seorang sejarawan Belanda bernama Stein Callenfels, sang ratu berasal dari Kerajaan Sriwijaya. Namun, pendapat ini bertentangan dengan Damais, yang berpendapat bahwa ratu Sri Wijaya Mahadewi adalah putri Empu Sindok, yang berasal dari kerajaan di Jawa Timur. Alasan untuk pernyataan ini didasarkan pada nama-nama posisi dalam prasasti Ratu Wijaya, yang referensi dalam prasasti Jawa pada waktu itu umumnya disebut.
7. Dharma Udayana Warmadewa
Setelah masa pemerintahan Rau, Wijaya dilanjutkan oleh pemerintah Udayana. Ketika ia menjadi pemimpin kerajaan, raja didukung oleh ratunya yang bernama Mahendradatta. Mahendradatta memiliki gelar Ratu Tinggi Sri Gunapriya Dharmapatni di Kerajaan Bali, putra Raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Sebelum Raja Udayana naik tahta, ia diharapkan berada di Jawa Timur, karena namanya ada dalam isi prasasti Jalatunda. Perkawinan antara Udayana dan ratunya Jawa mengubah budaya kedua kerajaan, misalnya, bahasa Jawa kuno di mana isi prasasti ditulis dan pembentukan dewan penasehat, seperti halnya dalam pemerintahan Jawa. kerajaan. maka jalannya pemerintahan Udayana hanya dilaksanakan dan diatur oleh Raja Udayana karena ia memerintah dengan ratunya hanya sampai tahun 1001 M, karena Gunapriya meninggal tahun itu dan dimakamkan di Burwan. Kemudian Raja Udayana terus memerintah sampai 1011 Masehi. Raja Udayana meninggal dan dimakamkan di Banuwka. Peristiwa itu diperkuat oleh politik prasasti air Hwang (1011), di mana hanya nama Udayana yang disebutkan. Raja Udayana memiliki tiga putra, Airlangga, Marakata dan Anak Wungsu, tetapi pada masa pemerintahan Kerajaan Bali, Airlangga tidak pernah memerintah Bali karena ia menjadi menantu Dharmawangsa di Kerajaan Jawa Timur.
8. Dharmawangsa Wardhana Marakatapangkaja
Marakata adalah putra Raja Udayana, yang disebut Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttunggadewa. Pemerintahan Marakata memerintah dari 1011 hingga 1022, ini disebut sama dengan pemerintahan Airlangga di Jawa. Ada pendapat dari sejarawan luar bahwa Marakata sebenarnya adalah Airlangga berdasarkan kesamaan nama, cara berperilaku dan kepribadian. Pada masa pemerintahan Kerajaan Marakata, hak ini dihormati dan diikuti oleh rakyatnya karena Marakata sangat peduli dengan rakyat mereka dan selalu dilindungi. Pada masa pemerintahannya, Marakata juga membangun sebuah kabupaten atau kuil di Gunung Kawi di daerah Tampaksiring.
9. Anak Wungsu
Setelah akhir masa pemerintahan Marakata, kepemimpinan Kerajaan Bali dilanjutkan oleh Anak Wungsi dengan gelar Paduka Haji Anak Wungsu Nira Kalih Bhatari Lumah dan Burwan Bhatara Lumah dan Banu Wka. Selama masa pemerintahan Anak, Wungsu meninggalkan banyak bukti sejarah dalam bentuk prasasti yang membentang lebih dari 28 prasasti dan umum di beberapa daerah di Bali, yaitu Bali Utara, Bali Tengah, dan Bali Selatan. Pemerintahan Anak Wungsu adalah 28 tahun dari 1049 hingga 1077. Pada saat itu Anak Wungsu dianggap sebagai inkarnasi Wisnu. Kehidupan keluarga Anak Wungsu dikatakan tidak memiliki anak dan meninggal pada 1077 dan dimakamkan di Gunung Kawi.
Setelah masa pemerintahan Anak Wungsu, masa pemerintahan kerajaan Bali berlanjut dengan istilah Wangsa Jaya, di mana saat itu pemerintahan digantikan oleh Jaya Sakti dengan periode pemerintahan yang dimulai dari 1133 hingga 1150 M dan periode yang sama dengan Pemerintahan Jayabaya di Kediri memiliki. Pada masa pemerintahannya, Raja Jayasakti memiliki penasihat pusat yang terdiri dari Senapati dan pemimpin agama Hindu dan Budha, serta pemerintahannya menggunakan Buku Utara Widdhi Balawan dan buku Rajawacana. Berikut ini adalah daftar raja-raja di Wangsa Jaya.
- Śri Jayaśakti dengan masa pemerintahan 1133 hingga 1150.
- Ragajaya dengan pemerintahan 1155.
- Jayapangus dengan masa pemerintahan 1178 hingga 1181.
- Arjayadengjayaketana adalah seorang ratu yang memerintah tahun 1200.
- Haji Ekajayalancana, yang merupakan co-penguasa tahun 1200.
- Bhatara Guru Śri Adikuntiketana dengan pemerintahan 1204.
- Adidewalancana dengan pemerintahan 1260.
Masa Keruntuhan Kerajaan
Kerajaan Bali mengalami kemunduran karena strategi kerajaan Mahapahit pada saat itu. Gajah Mada memperluas wilayah ekspansi ke nusantara. oleh penguasa Kebo Iwa (Bali), yang dikirim ke Kerajaan Majapahit, tetapi setelah mencapai Kerajaan Majapahit, Kebo Iwa terbunuh tanpa sepengetahuan Kerajaan Bali. Raja Gajah Waktra, yang memimpin kerajaan sampai acara tersebut, menjadikan Kerajaan Bali di pangkuan Kerajaan Majapahit dan peninggalan Kerajaan Majapahit
Baca Artikel Lainnya:
- Sejarah Kerajaan Aceh
- Materi Renang Gaya Dada
- Materi Renang Gaya Bebas
- Pengertian Ekspor dan Impor, Kegiatan, Jenis Serta Manfaat
- Pengertian Valuta Asing dan Bursa Valuta Asing Terlengkap
- Pengertian Konduktor dan Isolator Panas Terlengkap