Kerajaan Banten

Hallo, Selamat Datang di Pendidikanmu.com, sebuah web tentang seputar pendidikan secara lengkap dan akurat. Saat ini admin pendidikanmu mau berbincang-bincang berhubungan dengan materi Kerajaan Banten? Admin pendidikanmu akan berbincang-bincang secara detail materi ini, antara lain: letak, sejarah, silsilah, masa kejayaan, runtuh, aspek kehidupan dan peninggalan.

Letak-Kerajaan-Banten

Letak Kerajaan Banten

Secara geografis, Kerajaan Banten terletak di propinsi Banten.Wilayah kekuasaan Banten meliputi bagian barat Pulau Jawa, seluruh wilayah Lampung, dan sebagian wilayah selatan Jawa Barat. Situs peninggalan Kerajaan Banten tersebar di beberapa kota seperti Tangerang, Serang, Cilegon, dan Pandeglang. Pada mulanya, wilayah Kesultanan Banten termasuk dalam kekuasaan Kerajaan Sunda.

Letak Kerajaan Banten

Kerajaan Banten menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan yang melalui Selat Sunda.Dengan posisi yang strategis ini Kerajaan Banten berkembang menjadi kerajaan besar di Pulau Jawa dan bahkan menjadi saingan berat bagi VOC di Batavia. VOC merupakan perserikatan dagang yang dibuat oleh kolonial Belanda di wilayah kepulauan Nusantara.


Sejarah Kerajaan Banten

Kesultanan ini berawal sekitar tahun 1526 ketika Demak memperluas pengaruhnya dengan menaklukkan beberapa kawasan pelabuhan dan menjadikannya pangkalan militer serta kawasan perdagangan. Pasukan Demak dipimpin oleh Fatahillah (Faletehan) menantu Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati) dan adik ipar Fatahillah yaitu Pangeran Sabakingking atau lebih sohor dengan sebutan Maulanan Hasanuddin.


Pada awalnya, kawasan Banten dikenal dengan nama Banten Girang yang merupakan bagian dari kerajaan Sunda (Pajajaran) yang bercorak Hindu. Kedatangan pasukan kerajaan dibawah pimpinan Fatahillah dan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam.


Karena dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-Portugis dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugis dari Malaka tahun 1513. Atas perintah Sultan Trenggono, Fatahillah ditugaskan untuk melakukan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Sunda Kelapa, tetapi sebelum menyerang Banten, konon Fatahillah terlebih dahulu berkonsolidasi dengan mertuanya Syarif Hidayatullah yang saat itu diberikan kekuasaan oleh Sultan Demak untuk memerintah Cirebon.


Pada 1522, pasukan Demak dan Cirebon bergabung menuju Banten dibawah pimpinan Fatahillah, Syarif Hidayatullah, dan Maulana Hasanuddin juga ikut serta dalam penyerangan tersebut, Fatahillah mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan, yakni Kesultanan Banten.


Pada tahun 1526 Banten berhasil direbut, termasuk Pelabuhan Sunda Kelapa yang waktu itu merupakan pelabuhan utama Kerajaan Pajajaran, kemudian diganti namanya menjadi Jayakarta. Penguasaan atas Jayakarta berhasil menghambat gerak maju Portugis baik dari segi politis maupun ekonomis. Selanjutnya, pusat pemerintahan yang semula berkedudukan di Banten Girang dipindahkan ke Surosowan yang dekat pantai, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir Sumatera sebelah barat melalui Selat Sunda dan Selat Malaka. Pada masa itu Malaka telah jatuh dibawah kekuasaan Portugis, sehingga banyak pedagang yang mengalihkan jalur perdagangannya ke Sulat Sunda.


Atas penunjukkan sultan Demak, pada tahun 1526 Maulana Hasanuddin diangkat sebagai Adipati Banten. Pada tahun 1552, Banten diubah menjadi kerajaan vassal dari Demak, dengan Maulana Hasanuddin sebagai pemimpinnya. Seiring kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Sultan Trenggana, Banten melepaskan diri dari vassal kerajaan Demak dan menjadi kesultanan yang mandiri. Kota Surosowan didirikan sebagai ibu kota atas petunjuk Syarif Hidayatullah dan Maulana Hasanuddin menjadi sultan pertama, kendati demikian, Fatahillah tetap dianggap sebagai peletak dasar kesultanan Banten.


Silsilah Kerajaan Banten

Silsilah Kerajaan Banten

  1. Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570)
  2. Sultan Maulana Yusuf (1570-1580)
  3. Sultan Maulana Muhammad (1580-1596)
  4. Pangeran Ratu (1596-1651)
  5. Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672)
  6. Sultan Haji (1672-1686)
  7. Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)
  8. Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
  9. Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)
  10. Muhammad Wasi Zainifin (1733-1750)
  11. Syarifuddin Artu Wakilul Alimin (1752-1753)
  12. Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
  13. Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
  14. Muhyiddin Zainush Sholihin (1799-1801)
  15. Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
  16. Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
  17. Aliyuddin II (1803-1808)
  18. Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
  19. Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
  20. Muhammad Rafiuddin (1813-1820)

Masa Kejayaan Kerajaan Banten

Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Kejayaan tersebut berhasil diraih dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, perdagangan, kebudayaan, maupun keagamaan. Dalam bidang politik misalnya, Banten selalu membangun hubungan persahabatan dengan daerah-daerah lainnya. Daerah-daerah sahabat Banten yang berada di wilayah nusantara antara lain Cirebon, Lampung, Gowa, Ternate, dan Aceh. Selain itu, Kesultanan Banten juga menjalin hubungan persahabatan dengan negara-negara lain yang jauh dari nusantara. Salah satunya adalah dengan mengirim utusan diplomatik ke Inggris yang dipimpin oleh Tumenggung Naya Wipraya dan Jaya Sedana pada 10 November 1681.


Dalam bidang ekonomi, Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengembangkan perdagangan Banten. Pada masanya, Banten menjadi salah satu tempat transit utama perdagangan internasional. Pedagang-pedagang dari berbagai negara, seperti Inggris, Perancis, Denmark, Portugis, Iran, India, Arab, Cina, Jepang, Filipina, Malayu, dan Turki datang ke sini untuk memasarkan barang komoditas dari negeri mereka. Walaupun saat itu Banten menghadapi persaingan dengan VOC, tetapi Sultan Ageng Tirtayasa tetap mampu menarik pedagang mancanegara tersebut untuk tetap berdagang di Banten. Hal ini disebabkan Banten tidak menerapkan monopoli perdagangan seperti yang dijalankan oleh VOC.


Sultan Ageng Tirtayasa juga mendirikan keraton baru di wilayah Tirtayasa untuk memperkuat pertahanan kesultanannya. Dengan pembangunan keraton ini, wilayah Tirtayasa terus dibuka. Beliau membangun jalan dari Pontang ke Tirtayasa. Tidak hanya itu, Sultan Ageng juga membuka lahan-lahan persawahan sepanjang jalan tersebut serta mengembangkan pemukiman warga di daerah Tangerang.


Runtuhnya Kerajaan Banten

Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa, Belanda sudah memulai taktik untuk menghancurkan Banten dari dalam, yakni dengan menghasut Sultan Haji, putra dari Sultan Ageng Tirtayasa. Belanda mengadu domba Sultan Haji dengan ayahnya. Mereka menyebarkan isu bahwa orang yang akan menjadi pewaris tahta Banten adalah Pangeran Purbaya saudara Sultan Haji. Hal ini membuat Sultan Haji merasa iri hati dan memutuskan untuk melancarkan serangan melawan ayahnya sendiri.


Dengan bantuan Belanda, Sultan Haji akhirnya dapat melumpuhkan kesultanan Banten. Bahkan, karena peperangan antara ayah dan anak ini, Keraton Surosowan yang dibangun oleh nenek moyangnya hancur rata dengan tanah. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya dipenjara di Batavia hingga meninggal pada tahun 1692. Alhasil, Sultan Haji yang bekerja sama dengan Belanda pun naik tahta.


Sejak saat itu, Kesultanan Banten sangat dipengaruhi oleh Belanda. Terlebih lagi setelah Sultan Haji mengadakan perjanjian dengan pihak Belanda. Namun, perjanjian yang dilakukan oleh Sultan Haji dengan Belanda ini justru merugikan Sultan Haji. Beliau harus membayar 12.000 ringgit dan menyetujui pendirian Benteng Speelwijk. Akibatnya, ekonomi dan politik Banten di monopoli oleh Belanda. Pergantian sultan selalu dicampuri dengan kepentingan Belanda. Pemberontakan pun terus terjadi.


Kesultanan Banten perlahan-lahan mulai mengalami kemunduran. Puncaknya, pada tahun 1808 Belanda menghancurkan Istana Surosowan dan menggantinya dengan Kabupaten Serang, Waringin, dan Lebak di bawah pemerintahan Hindia-Belanda. Pada tahun 1813, Pemerintahan Inggris membubarkan Kesultanan Banten dan Pangeran Syafiudin yang sedang berkuasa dipaksa untuk turun tahta. Saat itulah Kesultanan Banten runtuh.


  • Perang Saudara

Sekitar tahun 1680 muncul perselisihan dalam Kesultanan Banten, akibat perebutan kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji.Perpecahan ini dimanfaatkan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang memberikan dukungan kepada Sultan Haji, sehingga perang saudara tidak dapat dielakkan. Sementara dalam memperkuat posisinya, Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar juga sempat mengirimkan 2 orang utusannya, menemui Raja Inggris di London tahun 1682 untuk mendapatkan dukungan serta bantuan persenjataan.


Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan pindah ke kawasan yang disebut dengan Tirtayasa, namun pada 28 Desember1682 kawasan ini juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sultan Ageng bersama putranya yang lain Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf dari Makasar mundur ke arah selatan pedalaman Sunda. Namun pada 14 Maret1683 Sultan Ageng tertangkap kemudian ditahan di Batavia.


Sementara VOC terus mengejar dan mematahkan perlawanan pengikut Sultan Ageng yang masih berada dalam pimpinan Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf. Pada 5 Mei1683, VOC mengirim Untung Surapati yang berpangkat letnan beserta pasukan Balinya, bergabung dengan pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van Happel menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur, di mana pada 14 Desember1683 mereka berhasil menawan Syekh Yusuf.


Sementara setelah terdesak akhirnya Pangeran Purbaya menyatakan menyerahkan diri. Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya, dan dalam perjalanan membawa Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Willem Kuffeler, namun terjadi pertikaian di antara mereka, puncaknya pada 28 Januari1684, pos pasukan Willem Kuffeler dihancurkan, dan berikutnya Untung Surapati beserta pengikutnya menjadi buronan VOC. Sedangkan Pangeran Purbaya sendiri baru pada 7 Februari1684 sampai di Batavia.


Raja-Raja Yang Terkenal Kerajaan Banten

Antara lain sebagai berikut:


  1. Maulana Hasanuddin

Maulana Hasanuddin berandil besar dalam meletakkan fondasi Islam di Nusantara hal ini dibuktikan dengan berbagai bangunan peribadatan seperti masjid dan sarana-sarana pendidikan Islam seperti pesantren. Ia juga dikenal sebagai sultan yang secara berkala mengirim mubaligh ke berbagai daerah yang telah dikuasainya. Pada masa jayanya, wilayah kekusaan Kesultanan meliputi Serang, Pandeglang, Lebak dan Tanggerang.


  1. Maulana Yusuf

Ia melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Islam pun masuk ke wilayah pedalaman tersebut.


  1. Pangeran Ratu

Sultan ini dikenal karena melakukan hubungan diplomasi dengan negara-negara lain termasuk dengan Raja Inggris, James I tahun 1605 dan tahun 1629 dengan Charles I.


  1. Sultan Ageng Tirtayasa

Pada masa pemerintahannya kesultanan Banten mengalami puncak kejayaaan. Banten semakin mengandalkan dan mengembangkan perdagangan. Monopoli atas lada di Lampung menempatkan Banten sebagai pedagang perantara dan salah satu pusat niaga yang penting. Banten menerapkan cukai atas kapal-kapal yang singgah Banten. Pemungutan ini dilakukan oleh Syahbandar yang berada di kawasan yang dinamakan Pabean.


Kehidupan Politik Kerajaan Banteng

Seiring kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Sultan Trenggono, Banten yang sebelumnya vassal (kerajaan bawahan) Demak melepaskan diri dan menjadi kesultanan yang mandiri.

Kota Surosowan didirikan sebagai ibu kota atas petunjuk Syarif Hidayatullah dan Maulana Hasanuddin menjadi sultan pertama. Pada masa jayanya, wilayah kekuasaan Kesultanan Banten meliputi Serang, Pandeglang, Lebak, dan Tanggerang.


Banten semakin maju di bawah pemerintahan Sultan Hasanudin karena didukung oleh faktor-faktor berikut ini:

  1. Letak Banten yang strategis terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Banten menjadi bandar utama karena dilalui jalur perdagangan laut.
  2. Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi perdagangan utama bangsa Eropa menuju Asia.

Penguasa Banten selanjutnya adalah Maulana Yusuf (1570-1580), putra Hasanuddin. Di bawah kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil menaklukkan dan menguasai Kerajaan Pajajaran (Hindu). Akibatnya pendukung setia Kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yaitu daerah Banten Selatan, mereka dikenal dengan Suku Badui.


Maulana Yusuf digantikan oleh Maulana Muhammad (1580-1596). Pada akhir kekuasaannya, Maulana Muhammad menyerang Kesultanan Palembang. Dalam usaha menaklukkan Palembang, Maulana Muhammad tewas dan selanjutnya putra mahkotanya yang bernama Pangeran Ratu naik takhta. Ia bergelar Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir.


Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa putra Pangeran Ratu yang bernama Abdul Fattah yang bergelar  Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682).Sultan Ageng mengadakan pembangunan, seperti jalan, pelabuhan, pasar, masjid yang pada dasarnya untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Banten. Namun sejak VOC turut campur tangan dalam pemerintahan Banten, kehidupan sosial masyarakatnya mengalami kemerosotan.


Keadaan semakin memburuk ketika terjadi pertentangan antara Sultan Ageng dan Sultan Haji, putranya dari selir. Pertentangan ini berawal ketika Sultan Ageng mengangkat Pangeran Purbaya (putra kedua) sebagai putra mahkota. Pengangkatan ini membuat iri Sultan Haji. Berbeda dengan ayahnya, Sultan Haji memihak VOC. Bahkan, dia meminta bantuan VOC untuk menyingkirkan Sultan Ageng dan Pangeran Purbaya. Sebagai imbalannya, VOC meminta Sultan Haji untuk menandatangani perjanjian pada tahun 1682 yang isinya, antara lain, Belanda mengakui Sultan Haji sebagai sultan di Banten; Banten harus melepaskan tuntutannya atas Cirebon; Banten tidak boleh berdagang lagi di daerah Maluku.


Pada tahun 1683, Sultan Ageng tertangkap oleh VOC sedangkan Pangeran Purbaya dapat meloloskan diri. Setelah menjadi tawanan Belanda selama delapan tahun, Sultan Ageng wafat (1692). Adapun Pangeran Purbaya tertangkap oleh Untung Suropati, utusan Belanda, dan wafat pada tahun 1689.


Kehidupan Eknomi Kerajaan Banteng

Banten di bawah pemerintahan sultan ageng tirtayasa dapat berkembang menjadi bandar perdagangan dan pusat penyebaran agama islam. Adapun faktor-faktornya ialah:

  • letaknya strategis dalam lalu lintas perdagangan.
  • jatuhnya malaka ke tangan portugis, sehingga para pedagang islam tidak lagi singgah di malaka namun langsung menuju banten, banten mempunyai bahan ekspor penting yakni lada.

Pada masa Sultan Ageng antara 1663 dan 1667 pekerjaan pengairan besar dilakukan untuk mengembangkan pertanian. Antara 30 dan 40 km kanal baru dibangun dengan menggunakan tenaga sebanyak 16.000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, antara 30 dan 40 ribu hektar sawah baru dan ribuan hektar perkebunan kelapa ditanam. 30 000-anpetani ditempatkan di atas tanah tersebut, termasuk orang Bugis dan Makasar. Perkebunan tebu, yang didatangkan saudagar Cina pada tahun 1620-an, dikembangkan.


Banten yang menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari arab, gujarat, persia, turki, cina dan sebagainya. Di kota dagang banten segera terbentuk perkampungan-perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang arab mendirikan kampung pakojan, orang cina mendirikan kampung pacinan, orang-orang indonesia mendirikan kampung banda, kampung jawa dan sebagainya.


Kehidupan Sosial Kerajaan Banteng

Sejak banten di-islamkan oleh fatahilah (faletehan) tahun 1527, kehidupan sosial masyarakat secara berangsur- angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran islam.

Kehidupan sosial masyarakat banten semasa sultan ageng tirtayasa cukup baik, karena sultan memerhatikan kehidupan dan kesejahteran rakyatnya. Namun setelah sultan ageng tirtayasa meninggal, dan adanya campur tangan belanda dalam berbagai kehidupan sosial masyarakat berubah merosot tajam.


Kehidupan Budaya Kerajaan Banteng

Masyarakat yang berada pada wilayah Kesultanan Banten terdiri dari beragam etnis yang ada di Nusantara, antara lain: Sunda, Jawa, Melayu, Bugis, Makassar, dan Bali. Beragam suku tersebut memberi pengaruh terhadap perkembangan budaya di Banten dengan tetap berdasarkan aturan agama Islam. Pengaruh budaya Asia lain didapatkan dari migrasi penduduk Cina akibat perang Fujian tahun 1676, serta keberadaan pedagang India dan Arab yang berinteraksi dengan masyarakat setempat.


Dalam bidang seni bangunan Banten meninggalkan seni bangunan Masjid Agung Banten yang dibangun pada abad ke-16. Selain itu, Kerajaan Banten memiliki bangunan istana dan bangunan gapura pada Istana Kaibon yang dibangun oleh Jan Lucas Cardeel, seorang Belanda yang telah memeluk agama Islam. Sejumlah peninggalan bersejarah di Banten saat ini dikembangkan menjadi tempat wisata sejarah yang banyak menarik kunjungan wisatawan dari dalam dan luar negeri.


Peninggalan Kerajaan Banten

Peninggalan pertama dari Kesultanan Banten adalah Masjid Agung Banten. Masjid Agung Banten dibangun oleh Sultan Banten, yakni Maulana Hassanuddin dan putranya Maulana Yusuf  pada bulan Dzulhijjah tahun 966 H atau 1566 M. Masjid Agung ini merupakan salah satu peninggalan yang sangat penting dikarenakan itu adalah salah satu dari 4 komponen utama  yang “wajib” ada di pusat kota Jawa zaman dahulu. Masjid ini berlokasi di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten.


Masjid Agung Banten memiliki keunikan arsitektur tersendiri. Hal ini dikarenakan Masjid Agung Banten dirancang oleh tiga orang arsitek yang berasal dari tiga bangsa yang berbeda. Tiga orang arsitektur tersebut adalah Raden Sepat, seorang arsitek yang berasal dari Majapahit yang juga menggarap Masjid Cirebon, Tjek Ban Tjut yang berasal dari Cina serta Hendrik Lucaz Cardeel, seorang Belanda yang sudah masuk Islam dan menjadi anggota kesultanan. Masjid ini memiliki tiga corak arsitektur yang berbeda. Yang pertama, arsitektur lokal yang bisa terlihat dari empat sakaguru yang menopang masjid ini. Di tengahnya terdapat mimbar berukiran lokal.


Arsitektur kedua adalah Cina yang terlihat dari bentuk atap paling atas masjid yang khas dengan bentuk atap Cina. Selain menegaskan kebudayaan Cina, atap masjid yang bertingkat lima juga menyimbolkan rukun Islam. Arsitektur yang ketiga adalah Belanda yang dipoleskan pada Menara setinggi 24 m yang berdiri tegak di sebelah timur masjid. Dengan model tangga spiral serta kepala dua tingkatnya, menara ini menjadi pelengkap tiga kebudayaan yang diabadikan. Pada zaman dahulu menara ini difungsikan untuk mengumandangkan adzan serta sebagai menara pandang lepas pantai atau mercusuar. Karena hasil karyanya ini, dua dari mereka dianugerahi gelar Bangsawan yaitu Tjek Ban Tjut yang diberi nama Pangeran Adiguna dan Hendrik Lucaz Cardeel dengan nama Pangeran Wiraguna.


Selain bangunan-bangunan di atas, di kompleks masjid ini juga ada sebuah paviliun di sebelah selatan masjid yang bernama Tiyamah. Bangunan ini berbentuk persegi empat bertingkat. Bangunan ini biasanya digunakan untuk musyawarah tentang permasalahan keagamaan. Di kawasan ini terdapat juga makam Raja- raja Kesultanan Banten. Kini masjid ini menjadi salah satu objek wisata yang padat dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah yang biasanya bermaksud untuk berziarah. Namun, tidak jarang juga masjid ini menjadi tujuan bagi turis-turis asing yang ingin melihat keindahan sisa-sisa kejayaan Kesultanan Banten.


Peninggalan lain dari Kesultanan Banten adalah Keraton Surosowan. Keraton Surosowan pertama  kali didirikan oleh Sultan Hassanudin (1552-1570). Nama Surosowan diberikan oleh sultan sendiri dengan petunjuk dari ayahnya, Sunan Gunung Jati. Surosowan juga memiliki nama-nama lain seperti gedong kedaton Pakuwuan dan “Fort Diamond” yang berarti kota intan. Nama “Fort Diamond” diberikan oleh orang-orang Belanda.


Sejak pertama kali dibangun, Keraton Surosowan telah mengalami berbagai perubahan bentuk. Mengikuti pola yang sama dengan pusat kota Jawa pada umumnya, keraton ini terletak di sebelah selatan alun-alun dengan masjid di sebelah barat keraton, pasar karatangu di sebelah timurnya, dan dilengkapi dengan pelabuhan yang ada di sebelah utara. Di keraton ini juga diletakkan sebuah batu keramat yang juga terdapat di alun-alun bernama Watu Gilang. Konon, batu ini merupakan mandat dari Sunan Gunung Jati. Jika batu ini bergeser dari tempatnya, itu berarti tidak lama lagi Kesultanan Banten akan mengalami keruntuhan. Pada tahun 1596, keraton ini masih terlihat sangat sederhana yakni berupa bangunan rumah yang dikelilingi oleh pagar dan beberapa bangunan yang berada di selatan alun-alun.


Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Keraton ini mengalami kehancuran total hingga rata dengan tanah akibat adanya perang antara Sultan dengan anaknya sendiri yakni Sultan Haji. Setelah Sultan Haji naik tahta, keraton Surosowan dibangun kembali dengan bantuan Belanda. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda yang bernama Hendrik Lucaszoon Cardeel pada tahin 1680-1681. Namun, pada tahun 1808, keraton ini kembali dihancurkan oleh Belanda setelah terjadi perselisihan antara Sultan dengan Belanda. Dan sekarang sisa-sisa reruntuhan Keraton Surosowan ini kita lihat di Kampung Kasemen, kecamatan Kasemen, kabupaten Serang.


Selain dua peninggalan di atas, masih ada beberapa peninggalan lainnya. Salah satunya adalah Benteng Speelwijk. Benteng ini didirikan pada tahun 1684-1685. Namanya diambil dari nama seorang gubernur Jenderal VOC yang bernama Speelma. Bangunan ini diarsitekturi oleh Hendrik Lucaszoon Cardeel yang juga merancang arsitektur Masjid Agung Banten. Benteng Speelwijk merupakan lambang keruntuhan kedaulatan dan independensi Kesultanan Banten. Dengan didirikannya benteng ini oleh VOC, berarti Kesultanan Banten sudah berada di bawah kendali VOC.


Demikian Pembahasan Tentang Letak Kerajaan Banten: Sejarah, Silsilah, Kejayaan, Runtuh dan Peninggalan dari Pendidikanmu
Semoga Bermanfaat Bagi Para Pembaca :)

Berita Artikel Lainnya: