Hallo, Selamat Datang di Pendidikanmu.com, sebuah web tentang seputar pendidikan secara lengkap dan akurat. Saat ini admin pendidikanmu mau berbincang-bincang berhubungan dengan materi Otonomi Daerah? Admin pendidikanmu akan berbincang-bincang secara detail materi ini, antara lain: pengertian, dampak, landasan dan dasar hukum.
Otonomi daerah ialah kewenangan wilayah otonom untuk menata dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut keterangan dari prakarsa sendiri menurut aspirasi masyarakat cocok dengan ketentuan perundang-undangan. Pengertian “otonom” secara bahasa ialah “berdiri sendiri” atau “dengan pemerintahan sendiri”. Sedangkan “daerah” ialah suatu “wilayah” atau “lingkungan pemerintah”.
Dengan demikian definisi secara istilah “otonomi daerah” ialah “wewenang/kekuasaan pada sebuah wilayah/daerah yang menata dan mengelola guna kepentingan wilayah/daerah masyarakat tersebut sendiri.” Pengertian yang lebih luas lagi ialah wewenang/kekuasaan pada sebuah wilayah/daerah yang menata dan mengelola guna kepentingan wilayah/daerah masyarakat tersebut sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan penataan perimbangan finansial termasuk penataan sosial, budaya, dan ideologi yang cocok dengan tradisi adat istiadat wilayah lingkungannya.
Daftar Isi
Pengertian Otonomi Daerah
Pengertian atau Definisi Otonomi Daerah ialah kewenangan Daerah Otonom untuk menata dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut keterangan dari prakarsa sendiri menurut aspirasi masyarakat cocok dengan ketentuan perundang-undangan (pasal 1 huruf (h) UU NOMOR 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah). Daerah Otonom, selanjutnya dinamakan Daerah, ialah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah tertentu berwenang menata dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut keterangan dari prakarsa sendiri menurut aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i) UU NOMOR 22 tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah).
Tujuan Otonomi Daerah
- Dari Sisi Politik : Harus dicerna sebagai suatu proses guna membuka ruang untuk lahirnya Kepala Pemerintahan Daerah yang dipilh secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsife;
- Dari Segi Ekonomi: Terbukanya peluang untuk pemerintah di wilayah mengembangkan kepandaian regional dan local guna mengoptimalkan lpendayagunaan potensi;
- Dari Kacamata Sosial: Menciptakan keterampilan masyarakat untukmerespon dinamika kehidupan di sekitarnya.
- Mengetahui masalah-masalah yang menjadi kewenangan atau acuan program suatu wilayah dalam menambah produktivitas dalam bidang tertentu.
- Mengetahui sejauh mana arah dan sasaran suatu wilayah dalam pencapaian mengarah ke sutu wilayah yang otonom.
- Mengetahuitingkat keberhasilan dalam pencapaian program/bidang tertentu sampai-sampai suatu daerah dapat menjadi wilayah otonom.
Kelebihan Otonomi Daerah
- Pemerintah Prov/Kab/Kota dapat melihat keperluan yang fundamental pada daerahnya guna menjadi prioritas pembangunan.
- Dengan dilaksanakannya Otoda maka pembangunan didaerah itu akan maju, berkembang dalam pembangunan daerah, penambahan pelayanan dan kesejahteraan rakyat.
- Daerah dapat menata sendiri tata kelola pemerintahannya, PAD dengan menyusun Perda sepanjang tidak berlawanan dengan ketentuan pemerintah yang lebih tinggi.
- Pemerintah daerah bareng rakyat di wilayah itu bakal bersama-sama membangun wilayah untuk peradaban dan kepentingan bersama.
- Dan lain-lain
Pada dasarnya keunggulan otonomi daerah seringkali daerah lebih dapat melihat permasalahan yang fundamental pada wilayah masing-masing, jadi otonomi wilayah akan membuat wilayah itu lebih maju, berkembang dan berlomba dengan daerah-daerah beda tanpa fobia dianaktirikan oleh pemerintah pusat.
Kekurangan Otonomi Daerah
- Pemda terdapat yg menata daerahnya dengan memutuskan Perda yang berlawanan dengan ketentuan yg lebih tinggi, sampai-sampai berpotensi memunculkan kerawanan di daerah.
- Kalau kontrol/pengawasan pemerintah pusat lemah, maka besar peluangnya untuk timbulnya raja-raja kecil yg berpotensi terjadinya disintegrasi bangsa.
- Bila terjadi persoalan di daerah, contohnya KKN, maka tidak saja pemda yg disalahkan, akan namun pemerintah pusat bakal kenah getahnya (kurang pengawasan).
- Peraturan yg diputuskan pemerintah pusat, kadang-kadang tidak cocok dengan kondisi wilayah tertentu, sehingga memunculkan multi tafsir yang bisa merugikan pemda dan rakyat didaerah itu.
- Dan lain-lain
Kekurangan yang fundamental pada sistem otonomi daerah ialah wilayah suka ‘kebablasan” dalam menata daerahnya. suka menciptakan peraturan wilayah yang aneh-aneh demi memenuhi kas daerah. Hal mana yang dominan pada kesejahteraan warga wilayah itu sendiri. jadi usahakan otonomi wilayah diterapkan dengan pemantauan yang ketat dari pemerintah pusat.
DAMPAK OTONOMI DAERAH
1. Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah ialah bahwa dengan otonomi wilayah maka pemerintah wilayah akan mendapatkan peluang untuk memperlihatkan identitas lokal yang terdapat di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan respon tinggi dari pemerintah wilayah dalam menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan duit yang diperoleh lebih tidak sedikit daripada yangdidapatkan melewati jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana itu memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan wilayah serta membina program promosikebudayaan dan pun pariwisata.
2. Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah ialah adanya peluang bagioknum-oknum di pemerintah wilayah untuk mengerjakan tindakan yang bisa merugikaNegara dan rakyat laksana korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain tersebut terkadang adakebijakan-kebijakan wilayah yang tidak cocok dengan konstitusi Negara yang dapat memunculkan pertentangan antar wilayah satu dengan wilayah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara, seperti misal pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal itu dikarenakan dengan system otonomi wilayah maka pemerintahpusat bakal lebih susah memantau jalannya pemerintahan di daerah, selain tersebut karena memang dengan sistem.otonomi wilayah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Beberapa modus pejabat badung dalam mengerjakan korupsi dengan APBD :
1. Korupsi Pengadaan Barang Modus :
- Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
- Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2. Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
Modus :a. Memboyong inventaris kantor guna kepentingan pribadi. b. Menjual inventaris kantor guna kepentingan pribadi.
3. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.
Modus : Memungut ongkos tambahan di luar peraturan resmi.
4. Pemotongan uang pertolongan sosial dan subsidi (sekolah, lokasi tinggal ibadah, panti asuhan dan jompo)
Modus : a. Pemotongan dana pertolongan sosial b. Biasanya dilaksanakan secara bertingkat (setiap meja).
5. Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat permohonan fiktif seakan-akan ada pertolongan dari pemerintah ke pihak luar.
Dasar Hukum Otonomi Daerah
Dasar Hukum Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat, yaitu :
- Undang-undang Dasar Sebagaimana sudah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 adalah landasan yang powerful untuk mengadakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD melafalkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
- Ketetapan MPR-RITap MPR-RI No. XV/MPR/1998 mengenai penyelenggaraan Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, erta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Undang-Undang Undang-undang N0.22/1999 mengenai Pemerintahan Daerah pada prinsipnya menata penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengkhususkan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang fundamental dalam UU No.22/1999 ialah mendorong guna pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, menambah peran masyarakat, mengembangkan peran dan faedah DPRD.
Dari ketiga dasar perundang-undangan itu di atas tidak diragukan lagi bahwa pengamalan Otonomi Daerah mempunyai dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya ialah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat itu pelaksanaan Otonomi Daerah dapat dijalankan secara optimal.
Pokok-Pokok Pikiran Otonomi Daerah Isi dan jiwa yang terdapat dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan UU No. 22/1999 dengan pokok-pokok benak sebagai inilah :
- Sistim ketatanegaraan Indonesia mesti menjalankan prinsip-prinsip pembagian kewenangan menurut asas fokus dan desentralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Daerah yang disusun menurut asas desentralisasi dan dekonsentrasi ialah daerah propinsi, sedangkan wilayah yang disusun menurut asas desentralisasi ialah daerah Kabupaten dan wilayah Kota. Daerah yang disusun dengan asas desentralisasi berwenang guna menilai dan melaksanakan kepandaian atas prakarsa sendiri menurut aspirasi masyarakat.
- Pembagian wilayah diluar propinsi dipecah habis ke dalam wilayah otonom. Dengan demikian, distrik administrasi yang berada dalam wilayah Kabupaten dan wilayah Kota bisa dijadikan Daerah Otonom atau dihapus.
- Kecamatan yang menurut keterangan dari Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai distrik administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut keterangan dari UU No 22/99 kedudukanya diolah menjadi perangkat wilayah Kabupaten atau wilayah Kota.
Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah
Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasar pada UU No.22/1999 prinsip-prinsip pengamalan Otonomi Daerah ialah sebagai berikut:
- Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilakukan dengan menyimak aspek-aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab
- Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh ditaruh pada wilayah Kabupaten dan wilayah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi adalahOtonomi Terbatas.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah mesti cocok dengan Konstitusi negara sampai-sampai tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan wilayah serta antar daerah.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah mesti lebih menambah kemandirian Daerah Otonom, dan karenanya dalam wilayah Kabupaten dan wilayah Kota tidak terdapat lagi distrik administrasi.
- Kawasan eksklusif yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain laksana Badan Otorita, Kawasan Pelabuan, Kawasan Pertambangan, Kawasan Kehutanan, Kawasan Perkotaan Baru, Kawasan Wisata dan sejenisnya berlaku peraturan peraturan Daerah Otonom.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah mesti lebih menambah peranan dan faedah badan legislatif daerah, baik sebagai faedah legislasi, faedah pengawas maupun fungsi perkiraan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
- Pelaksanaan asas dekonsentrasi ditaruh pada wilayah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi guna memelaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dicurahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
- Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak melulu dari Pemerintah Daerah untuk Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya insan dengan keharusan mengadukan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan untuk yang menugaskan.
Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia Meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah memutuskan konsep dasar tentang kepandaian otonomi untuk daerah-daerah, namun dalam pertumbuhan sejarahnya gagasan otonomi wilayah itu mengalami sekian banyak perubahan format kebijakan yang diakibatkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada masanya. Apabila pertumbuhan otonomi wilayah dianalisis semenjak tahun 1945, bakal terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi tidak sedikit ditentukan oleh semua elit politik yang berkuasa pada ketika it. Hal tersebut terlihat jelas dalam aturan-aturan tentang pemerintahan wilayah sebagaimana yang ada dalam UU inilah ini:
- UU No. 1 tahun 1945 Kebijakan Otonomi wilayah pada masa ini lebih menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala wilayah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan pusat.
- UU No. 22 tahun 1948 Mulai tahun ini Kebijakan otonomi wilayah lebih menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih terdapat dualisme peran di kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar guna daerah, tapi pun masih menjadi perangkat pemerintah pusat.
- UU No. 1 tahun 1957 Kebijakan otonomi wilayah pada masa ini masih mempunyai sifat dualisme, di mana kepala wilayah bertanggung jawab sarat pada DPRD, tetapi pun masih perangkat pemerintah pusat.
- Penetapan Presiden No.6 tahun 1959Pada masa ini kepandaian otonomi wilayah lebih menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala wilayah diangkat oleh pemerintah pusat khususnya dari kalangan pamong praja.
- UU No. 8 tahun 1965 Pada masa ini kepandaian otonomi wilayah menitikberatkan pada desentralisasi dengan menyerahkan otonomi yang seluas-luasnya untuk daerah, sementara dekonsentrasi diterapkan melulu sebagai pelengkap saja
- UU No. 5 tahun 1974 Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya sudah terjadi kevakuman dalam penataan penyelenggaraan pemerintahan di wilayah sampai dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yakni desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Sejalan dengan kepandaian ekonomi pada mula Ode Baru, maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan politik. Pada penerapanya, terasa seakan-akan telah terjadi proses depolitisasi peran pemerintah wilayah dan menggantikannya dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional.
- UU No. 22 tahun 1999 Pada masa ini terjadi lagi evolusi yang menjadikan pemerintah wilayah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
LANDASAN TEORI OTONOMI DAERAH
Berikut ini ada sejumlah yang menjadi landasan teori dalam otonomi wilayah .
1. Asas Otonomi
Berikut ini ada sejumlah asas otonomi wilayah yang saya tuliskan di sini.Asas-asas itu sebagai berikut:
- Asas tertib pelaksana negara
- Asas Kepentingan umum
- Asas Kepastian Hukum
- Asas keterbukaan
- Asas Profesionalitas
- Asas efisiensi
- Asas proporsionalitas
- Asas efektifitas
- Asas akuntabilitas
2. Desentralisasi
Desentralisasi ialah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat untuk pemerintah wilayah untuk mengurusi urusan lokasi tinggal tangganya sendiri menurut prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi untuk suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya ialah istilah dalam keorganisasian yang secara simpel di definisikan sebagai penyerahan kewenangan.
Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini biasanya dikaitkan dengan sistem pemerintahan sebab dengan adanya desentralisasi sekarang mengakibatkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi pun dapat ditafsirkan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, insan dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya ialah keinginan untuk mengalihkan pengambilan keputusan guna lebih dekat dengan mereka yang menikmati langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilakukan oleh pemerintah. Hal ini akan menambah relevansi antara pelayanan umum dengan keperluan dan situasi masyarakat lokal, sekaligus tetap memburu tujuan yang ingin dijangkau oleh pemerintah ditingkat wilayah dan nasional, dari sisi sosial dan ekonomi. Inisiatif penambahan perencanaan, pelaksanaan, dan finansial pembangunan sosial ekonomi diinginkan dapat memastikan digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan tepat guna untuk memenuhi keperluan lokal.
3. Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai format penyelenggaraan negara ialah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang terdapat pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan destinasi “baik” dari perimbangan ini ialah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia semenjak tahun 1998 sampai baru-baru ini, pandangan politik yang dirasakan tepat dalam wacana publik ialah bahwa desentralisasi adalahjalan yang meyakinkan, yang bakal menguntungkan daerah. Pandangan ini dibuat oleh empiris sejarah sekitar masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak dampak merugikan untuk daerah. Sayang, kondisi ini mengecilkan peluang dikembangkannya sebuah diskusi yang sehat bagaimana usahakan desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia ialah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh diputuskan sebagai sebuah proses satu arah dengan destinasi pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu ialah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah wilayah akan tidak jarang kali adalahdua urusan yang dibutuhkan. Tak terdapat rumusan ideal perimbangan. Di samping proses politik yang sulit ditentukan, seharusnya ukuran yang sangat sah ialah argumen mana yang terbaik untuk masyarakat.
Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
Meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah memutuskan konsep dasar tentang kepandaian otonomi untuk daerah-daerah, namun dalam pertumbuhan sejarahnya gagasan otonomi wilayah itu mengalami sekian banyak perubahan format kebijakan yang diakibatkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada masanya. Apabila pertumbuhan otonomi wilayah dianalisis semenjak tahun 1945, bakal terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi tidak sedikit ditentukan oleh semua elit politik yang berkuasa pada ketika it. Hal tersebut terlihat jelas dalam aturan-aturan tentang pemerintahan wilayah sebagaimana yang ada dalam UU sebagai berikut :
-
UU No. 1 tahun 1945
Kebijakan Otonomi wilayah pada masa ini lebih menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala wilayah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan pusat.
-
UU No. 22 tahun 1948
Mulai tahun ini Kebijakan otonomi wilayah lebih menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih terdapat dualisme peran di kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar guna daerah, tapi pun masih menjadi perangkat pemerintah pusat.
-
UU No. 1 tahun 1957
Kebijakan otonomi wilayah pada masa ini masih mempunyai sifat dualisme, di mana kepala wilayah bertanggung jawab sarat pada DPRD, tetapi pun masih perangkat pemerintah pusat.
-
Penetapan Presiden No.6 tahun 1959
Pada masa ini kepandaian otonomi wilayah lebih menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala wilayah diangkat oleh pemerintah pusat khususnya dari kalangan pamong praja.
-
UU No. 18 tahun 1965
Pada masa ini kepandaian otonomi wilayah menitikberatkan pada desentralisasi dengan menyerahkan otonomi yang seluas-luasnya untuk daerah, sementara dekonsentrasi diterapkan melulu sebagai pelengkap saja
-
UU No. 5 tahun 1974
Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya sudah terjadi kevakuman dalam penataan penyelenggaraan pemerintahan di wilayah sampai dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yakni desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Sejalan dengan kepandaian ekonomi pada mula Ode Baru, maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan politik. Pada penerapanya, terasa seakan-akan telah terjadi proses depolitisasi peran pemerintah wilayah dan menggantikannya dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional.
-
UU No. 22 tahun 1999
Pada masa ini terjadi lagi evolusi yang menjadikan pemerintah wilayah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah
- Kewenangan Daerah merangkum kewenangan dalam semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam dunia politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
- Kewenangan bidang lain itu meliputi kepandaian tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.
- Kewenangan Pemerintahan yang di berikan kepada Daerah dalam rangka desentralisasi mesti disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya insan sesuai dengan kewenangan yang di berikan tersebut.
- Kewenangan Pemerintahan yang dicurahkan kepada Gubernur dalam rangka ekonsentrasi mesti disertai dengan pembiayaan cocok dengan kewenangan yang dicurahkan tersebut.
- Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom merangkum kewenangan dalam bidang pemerintahan yang mempunyai sifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya.
- Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom termasuk pun kewenangan yang tidak atau belum bisa dilakukan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
- Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi merangkum kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dicurahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah.
- Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang terdapat di wilayahnya dan bertanggung jawab merawat kelestarian lingkungan cocok dengan ketentuan perundang-undangan. Kewenangan Daerah di distrik laut meliputi: Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sekedar wilayah laut tersebut;
Pengaturan kepentingan administratif;
Pengaturan tata ruang;
Penegakan hukum terhadap ketentuan yang dikeluarkan oleh wilayah atau yang dicurahkan kewenangannya oleh pemerintah; dan
Bantuan penegakan ketenteraman dan kedaulatan negara. - Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di distrik laut ialah sejauh sepertiga dari batas laut Daerah Propinsi. Pengaturan lebih lanjut tentang batas laut ditata dengan Peraturan Pemerintah.
- Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota merangkum semua kewenangan pemerintahan di samping kewenangan yang dikecualikan laksana kewenangan dalam dunia politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang beda yang mencakup kepandaian tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
- Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak merangkum kewenangan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Propinsi. Bidang pemerintahan yang wajib dilakukan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup pekerjaan umum, kesehatan, edukasi dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.
- Pemerintah bisa menugaskan untuk Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka tugas pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya insan dengan keharusan melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya untuk Pemerintah. Setiap penugasan diputuskan dengan ketentuan perundang-undangan.
Sumber-sumber Penerimaan Daerah dalam pengamalan desentralisasi meliputi:
1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
- Hasil pajak daerah
- Hasil restribusi daerah
- Hasil perusahaan kepunyaan daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan wilayah yang dipisahkan.
- Lain-lain penghasilan asli wilayah yang sah,antara beda hasil penjualan asset wilayah dan jasa giro
2. DANA PERIMBANGAN
- Dana Untuk Hasil
- Dana Alokasi Umum (DAU)
- Dana Alokasi Khusus
3. PINJAMAN DAERAH
1. Pinjaman Dalam Negeri
- Pemerintah pusat
- Lembaga finansial bank
- Lembaga finansial bukan bank
- Masyarakat (penerbitan obligasi daerah)
2. Pinjaman Luar Negeri
- Pinjaman bilateral
- Pinjaman multilateral
- Lain-lain pendapatan wilayah yang sah;
hibah atau penerimaan dari wilayah propinsi atau wilayah Kabupaten/Kota lainnya, penerimaan lain cocok dengan ketentuan perundang-undangan
Berita Artikel Lainnya: