Isi Perjanjian Bongaya

Hallo, Selamat Datang di Pendidikanmu.com, sebuah web tentang seputar pendidikan secara lengkap dan akurat. Saat ini admin pendidikanmu mau berbincang-bincang berhubungan dengan materi Perjanjian Bongaya? Admin pendidikanmu akan berbincang-bincang secara detail materi ini, antara lain: isi perjanjian bongaya beserta latar belakangnya lengkap.

Isi-Perjanjian-Bongaya

Latar Belakang Perjanjian Bongaya

Perjanjian Bongaya, Bungaya, atau Bongaja adalah perjanjian damai yang berakhir pada 18 November 1667 antara Kesultanan Gowa yang diwakili oleh Sultan Hasanuddin dan VOC yang diwakili oleh Laksamana Cornelis Spellman. Meskipun dijuluki Perjanjian Perdamaian, isi sebenarnya dari perjanjian itu adalah pengakuan atas kekalahan Kerajaan Gowa terhadap VOC dan mengizinkan monopoli VOC untuk bertindak di pelabuhan Makassar di bawah kendali Gowa.

Perjanjian ini tercapai setelah perang antara Kerajaan Gowa melawan VOC, yang memuncak pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Kekalahan Kerajaan Gowa oleh persenjataan VOC memaksa Sultan untuk menandatangani Perjanjian Bongaya. Pengkhianatan Aru Palaka juga memainkan peran utama dalam kekalahan Gowa. Hasil Perjanjian Bongaya tentu sangat bermanfaat bagi VOC dan berbahaya bagi Kerajaan Gowa sebagai salah satu kerajaan besar di Indonesia dan telah menjadi bagian dari sejarah Kekaisaran Islam di Indonesia di masa lalu.


Isi Perjanjian Bongaya

Pada saat itu, Gowa adalah kerajaan besar yang mengendalikan perdagangan di Indonesia Timur dengan bahan perdagangan utama, yaitu rempah-rempah. VOC melihat Kerajaan Gowa sebagai penghambat monopoli, terutama karena Gowa menganjurkan kebebasan perdagangan dengan semua orang. Larangan VOC bahwa Gowa tidak berdagang dengan orang Eropa lainnya diabaikan. Kemudian Aru Palaka juga memberontak terhadap Gowa dan beralih ke VOC. Setelah beberapa upaya untuk memasuki Gowa di Belanda, pasukan itu berhasil digagalkan dan bantuan kerajaan Aru Palaka Gowa dikalahkan. VOC menang dan menawarkan perjanjian paksa untuk mengakhiri perang. Isi Perjanjian Bongaya terdiri dari poin-poin berikut:

  1. Perjanjian yang ditandatangani oleh Karaeng Poppa, Gubernur Jenderal dan Dewan India di Batavia pada 19 Agustus 1660, dan perjanjian antara pemerintah Makassar dan Jacob Cau sebagai Komisaris Perusahaan pada 2 Desember 1660, harus segera diberlakukan.
  2. Semua pejabat Eropa dan orang-orang yang baru saja melarikan diri dan masih dekat dengan Makassar harus diserahkan kepada Cornelis Speelman.
  3. Peralatan, meriam, uang dan barang-barang lainnya yang tersisa dari kapal Walvisch di Selayar dan Leeuwin di Don Duango harus diserahkan ke VOC berdasarkan Perjanjian Bongaya.
  4. Orang-orang yang dinyatakan bersalah membunuh orang-orang Belanda di mana-mana harus diadili oleh pejabat Belanda dengan hukuman yang sesuai.
  5. Raja dan bangsawan Makassar harus membayar kompensasi dan semua utangnya kepada perusahaan paling lambat pada musim berikutnya.
  6. Semua pemimpin VOC Eropa dan orang-orang yang melarikan diri dan masih di wilayah Makassar segera diserahkan kepada laksamana.
  7. Semua senjata dan peralatan non-senjata yang diambil dari kapal Leeuwin di Don Duango dan kapal Walvisch di Selayar telah dikembalikan ke VOC.
  8. Semua orang Portugis dan Inggris harus dikeluarkan dari Makassar dan tidak boleh bertindak atau hidup sebagai bagian dari isi Perjanjian Bongaya.
  9. Siapa pun yang terbukti merusak properti VOC, termasuk Raja dan bangsawan Makassar, segera membayar utang dan membayar kompensasi.
  10. Semua orang Eropa lainnya di Makassar harus segera diusir dan tidak boleh masuk atau bertindak di Makassar.
  11. Isi Perjanjian Bongaya menyatakan bahwa VOC harus dibebaskan dari pembayaran bea masuk dan pajak ekspor.
  12. Hanya masyarakat yang dapat berdagang secara bebas dengan Makassar. Selain itu, orang India, Moor (Muslim India), Jawa, Malaysia, Aceh, Siam tidak diperbolehkan. Siapa pun yang melanggar hukum akan dihukum dan barang-barang mereka disita oleh VOC.
  13. Semua benteng di sepanjang pantai Makassar harus dihancurkan, termasuk benteng Barombong, Pa’nakkukang, Garassi, Mariso dan Boro ‘, kecuali Benteng Somba Opu untuk kediaman Sultan Hasanuddin.
  14. Benteng Ujung Pandang harus diserahkan kepada Belanda dalam kondisi yang baik bersama dengan negara sekitarnya.
  15. Koin Belanda digunakan di Makassar sebagai alat pembayaran seperti di Batavia.
  16. Raja dan bangsawan Makassar tidak lagi diizinkan untuk campur tangan dalam urusan Bima, dan garis keturunan kerajaan Bima dan daerah-daerah di Raja Bima dan Karaeng Bontomaranu diserahkan kepada Belanda untuk hukuman.
  17. Orang-orang dari Kepulauan Sula harus dibawa kembali oleh Sultan Ternate dan meriam dan meriam mereka.
  18. Gowa harus menyerahkan Kepulauan Selayar dan Pansiano, seluruh pantai timur Sulawesi dari Manado ke Pansiano, Banggai, Kepulauan Gapi, Mandar, dan negara-negara Manado, yang pernah menjadi otoritas Raja Ternate.
  19. Pemerintah Kerajaan Gowa harus meninggalkan daerah Wajo, Bulo Bulo dan Mandar dan tidak dapat lagi membantu dalam bentuk apa pun. Gowa juga harus melepaskan aturan apa pun atas negara Bugis dan Luwu,
  20. Raja Soppeng tua dan semua negaranya dan rakyatnya, para penguasa Bugis masih dipegang di wilayah Makassar, dan para wanita dan anak-anak, yang masih dipegang oleh otoritas Gowa.
  21. Bugis dan Turatea, yang menikah dengan orang Makassar dan sebaliknya, harus mendapatkan izin dari pihak berwenang, dalam hal ini masyarakat atau raja. Semua pria Bugis dan Turatea yang sudah menikah dengan wanita Makassar dapat terus tinggal bersama wanita mereka.
  22. Pemerintah Kesultanan Gowa harus menutup negara mereka untuk semua bangsa kecuali Belanda.
  23. Orang-orang yang diambil dari Sultan Butung selama serangan terakhir di Makassar harus dikembalikan atau diberi kompensasi jika mereka tidak bisa.
  24. Raja Layo, Bangkea dan semua Turatea dan Bajing harus dibebaskan bersama dengan negara mereka.
    Semua negara yang menaklukkan perusahaan dan sekutunya dari Bulo – Bulo ke Turatea dan dari Turatea ke Bungaya harus tetap berada dalam kepemilikan perusahaan.
  25. Persahabatan dan aliansi antara raja dan raja Makassar dengan Ternate, Tidore, Bacan, Butung, Bugis atau Bone, Soppeng, Luwu, Turatea, Layo, Bajing, Bima dan penguasa lainnya yang ingin berpartisipasi di masa depan harus dipertahankan sejarahnya Kerajaan Ternate Tidore dan dampak Maluku pada orang miskin.
  26. Kapten Belanda harus diminta untuk menengahi dalam perselisihan antara Sekutu. Jika satu pihak mengabaikan mediasi, sekutu akan mengambil tindakan yang sesuai.
  27. Para raja dan bangsawan Makassar harus mengirim dua penguasa penting ke Batavia dengan laksamana laksamana ketika mereka menandatangani perjanjian damai untuk diserahkan kepada gubernur jenderal dan dewan India. Gubernur Jenderal memiliki hak untuk menyandera dua pangeran penting selama dia mau jika perjanjian ini disetujui.
  28. Inggris dan semua harta mereka di Makassar harus dibawa ke Batavia sebagai bagian dari isi Perjanjian Bongaya.
  29. Jika Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu tidak ditemukan hidup atau mati dalam sepuluh hari, putra keduanya harus ditahan.
  30. Pemerintah Gowa harus memberi kompensasi kepada perusahaan selama lima musim berturut-turut dengan 250.000 Rijksdaalder dalam bentuk meriam, barang, emas, perak, atau batu mulia.

Raja Makassar dan para bangsawannya, Laksamana sebagai perwakilan VOC dan semua raja dan bangsawan lainnya dalam aliansi harus bersumpah, menandatangani dan mencap isi Perjanjian Bongaya atas nama Tuhan pada hari Jumat November 1667.
Sultan Hasanuddin tidak sanggup menanggung isi Perjanjian Bongaya dan dampak Perjanjian Bongaya, yang berdampak buruk pada penduduk, dalam jangka panjang. Kemudian dia kembali untuk bertarung dengan semua kekuatan yang tersisa, bahkan jika itu berarti melanggar perjanjian dan diam-diam membangun benteng yang dihancurkan. Gowa juga menerima dukungan dari beberapa penyimpangan yang dibentuk oleh adik Sultan Hasanuddin I Ata Tojeng Daeng Tulolo.

Namun, upaya untuk melawan ini ditemukan oleh VOC, sehingga Benteng Somba Opu diserang pada 12 Juni 1669 oleh semua pasukan dari Bone, Ambon dan Batavia. Sultan Hasanuddin ditangkap dan dipaksa turun tahta pada 29 Juni 1669. Sultan Hasanuddin meninggal pada usia 39 pada 12 Juni 1670. Layanannya dalam perang melawan penjajah kemudian diakui dan Sultan Hasanuddin diangkat sebagai pahlawan nasional dari Sulawesi oleh pemerintah Indonesia.


Demikian Pembahasan Tentang 30 Isi Perjanjian Bongaya Beserta Latar Belakangnya Lengkap dari Pendidikanmu
Semoga Bermanfaat Bagi Para Pembaca :)

Baca Artikel Lainnya: