Hallo, Selamat Datang di Pendidikanmu.com, sebuah web tentang seputar pendidikan secara lengkap dan akurat. Saat ini admin pendidikanmu mau berbincang-bincang berhubungan dengan materi Pertempuran Medan Area? Admin pendidikanmu akan berbincang-bincang secara detail materi ini, antara lain:
Latar Belakang Pertempuran Medan Area
Pertempuran Medan adalah pertempuran pasca-proklamasi yang terjadi di Sumatera Utara. Dari 9 Oktober 1945 hingga 15 Februari 1947. Peristiwa ini dimulai dengan kedatangan pasukan Sekutu yang bergabung dengan Nederlandsch Indië Civil Administratie atau NICA di Medan. Perlu diingat bahwa Sumatera Utara belajar kemerdekaan pada tanggal 27 Agustus 1945, tampaknya di bawah kepemimpinan Tuan Teuku Muhammad Hasan, yang langsung ditunjuk oleh Gubernur Bung Karno di Sumatra.
Menanggapi berita tersebut, Achmad Tahir, seorang mantan sukarelawan Jepang (Gyugun), membentuk Front Pemuda Indonesia dan mengambil kursi pemerintah pendudukan Jepang. Achmad Tahir juga mengambil senjata yang tersisa. kemudian membentuk Tentara Keamanan Rakyat pada 10 Oktober 1945, yang terdiri dari mantan pemuda Giyugun dan Heiho di bawah kepemimpinan Achmad Tahir sendiri. Selain pembentukan TKR, beberapa lembaga pemuda lainnya dibentuk, yang pada 15 Oktober 1945 menjadi pemuda Republik Indonesia, Sumatra Timur, disingkat Pesindo.
Setelah pelatihan, pada 9 Oktober 1945, pasukan Sekutu dan NICA diperintahkan oleh Jenderal T.E. Kelly turun di Sumatra Utara untuk melaksanakan perjanjian tentang urusan sipil yang ditandatangani oleh Inggris dan Kerajaan Inggris. Perjanjian itu mengatakan bahwa komandan tentara Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda.
Dalam implementasinya, akan diselenggarakan oleh tentara Inggris dan NICA dan kemudian akan dikembalikan ke Belanda. Inggris dan Belanda berencana memasuki kota-kota strategis di Indonesia setelah kemerdekaan. Salah satunya memasuki Sumatera melalui Medan.
Kronologi Pertempuran Medan Area
Insiden lencana juga menandai dimulainya pertempuran Medan. Hotel itu diserang dan dirusak oleh anak muda. Dalam insiden ini, sekitar 96 orang terluka, sebagian besar NICA.
Peristiwa itu kemudian menyebar ke beberapa kota lain seperti Pematang Siantar dan Berastagi.
Seperti di kota-kota lain di Indonesia, Inggris memulai aksinya untuk melemahkan kekuatan para pejuang dengan mengintimidasi rakyat Indonesia dengan pamflet untuk menyerahkan senjata mereka kepada Sekutu.
Pada 18 Oktober 1945, Brigadir Jenderal T. E. D. Kelly juga melakukan upaya-upaya demikian sehubungan dengan kaum muda di Medan. Sejak itu, pasukan Sekutu dan NICA telah mulai melakukan aksi teror di kota Medan, sehingga permusuhan dengan kaum muda tidak terhindarkan.
Di sisi lain, karena permusuhan orang-orang muda, patroli Inggris di luar kota tidak pernah merasa aman. Keamanan mereka tidak dijamin oleh pemerintah Indonesia.
Meningkatnya jumlah korban di pihak Inggris membuat mereka memperkuat posisi mereka dan secara sepihak menentukan batas kekuasaan mereka.
Penyerahan kekuatan Jepang kepada Sekutu dilakukan oleh Komando Asia Tenggara (SEAC) di bawah kepemimpinan Laksamana Lord Louis Mounbatten. Pasukan Sekutu yang bertugas di Indonesia adalah Pasukan Sekutu dari Hindia Belanda (AFNEI) yang dipimpin oleh Sir Philip Christison. AFNEI adalah perintah bawahan SEAC. Misi AFNEI di Indonesia adalah:
- Terima serah terima kekuasaan dari tangan Jepang
- Bebaskan tahanan perang dan interniran Sekutu
- Melucuti rakyat Jepang dan kemudian memulangkan ke negara mereka
- Menjaga keamanan dan ketertiban (hukum dan ketertiban) dan
- Pengumpulan informasi untuk menyelidiki pihak-pihak yang dianggap penjahat perang.
Pada awalnya, orang Indonesia menyambut kedatangan Sekutu. Namun, setelah mengetahui bahwa NICA berpartisipasi, sikap orang Indonesia menjadi curiga dan bermusuhan. Kedatangan NICA di Indonesia dimotivasi oleh keinginan untuk mengembalikan Hindia Belanda dan mendapatkan kembali kekuasaan di Indonesia. Kedatangan pasukan Sekutu disertai oleh NICA mengundang perlawanan rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan. Berbagai resistensi terhadap Sekutu muncul di berbagai daerah, termasuk satu di Medan.
Penyebab Pertempuran Medan Area
Berikut adalah beberapa penyebab pertempuran medan area, yaitu sebagai berikut:
1. Kedatangan pasukan Inggris (Sekutu) disertai oleh NICA
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II, terjadi penyerahan kekuasaan Jepang kepada Sekutu oleh Komando Asia Tenggara (SEAC) di bawah kepemimpinan Laksamana Lord Louis Mounbatten. Pasukan Sekutu yang bertugas di Indonesia adalah AFNEI (Pasukan Sekutu dari Hindia Belanda) yang dipimpin oleh Sir Philip Christison. Baca juga kronologi Perang Dunia II, negara-negara yang terlibat dalam Perang Dunia II dan akhir Perang Dunia II. AFNEI adalah perintah bawahan SEAC yang memiliki tugas-tugas berikut di Indonesia:
- Terima penyerahan kekuasaan Jepang
- Pembebasan tahanan perang dan interniran Sekutu
- Lucuti Jepang dan kirim kembali ke negara mereka
- Pertahankan keamanan dan ketertiban
- Kumpulkan informasi untuk menyelidiki berbagai pihak yang dianggap penjahat perang
Pasukan Sekutu (Inggris) mendarat di Medan pada 9 Oktober 1945, di bawah arahan T. E. D Kelly. Kedatangan pertama disambut dengan senang hati oleh orang Indonesia, termasuk orang-orang Medan. Namun, kedatangan Pasukan Sekutu disertai oleh NICA. Hal ini menyebabkan munculnya sikap curiga dan bermusuhan dari masyarakat Indonesia.
Kedatangan NICA di Indonesia dimotivasi oleh keinginannya untuk mengembalikan dominasi Hindia Belanda di Indonesia. Kedatangan Pasukan Sekutu mengundang perlawanan rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia. Berbagai aksi melawan sekutu telah muncul di berbagai daerah, seperti Ambarawa, Surabaya dan Medan pada khususnya.
2. Tindakan seorang penduduk yang menyita dan menginjak-injak lencana merah dan putih yang digunakan oleh pemuda Indonesia
Sebuah insiden terjadi yang membuat penduduk Medan marah di sebuah hotel. Hotel ini berlokasi di Jalan Bali, Medan, pada 13 Oktober 1945. Seorang penghuni hotel (Pasukan NICA) mengambil lencana merah dan putih yang dikenakan oleh anak muda Indonesia, kemudian menginjak lencana. Ini memicu kemarahan, mengakibatkan kehancuran dan serangan terhadap hotel-hotel yang dihuni oleh pasukan NICA. Selain itu, pemuda itu, bersama dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), bertempur melawan Sekutu dan NICA dalam upaya untuk merebut dan mengambil alih gedung-gedung pemerintah dari Jepang pada 13 Oktober 1945.
3. Inggris telah mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Indonesia
Inggris mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Indonesia untuk menyerahkan senjata kepada Sekutu, tetapi ultimatum tidak pernah diabaikan. Sekutu kemudian membuat tabel yang menunjukkan “Zona Batas Tetap Medan” atau batas resmi zona Medan di berbagai pinggiran kota Medan. Ini merupakan tantangan bagi kaum muda Medan.
Pada 10 Desember 1945, Sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran ke kota Medan. Banyak orang terbunuh di kedua sisi serangan. Sekutu kemudian berhasil menduduki kota Medan dan untuk saat ini pusat perjuangan rakyat Medan telah dipindahkan ke Siantar. Perlawanan para pejuang muda itu dipindahkan dari kota Medan. Perlawanan rakyat terhadap Sekutu semakin sengit pada 10 Agustus 1946 di Tebing Tinggi.
Kemudian, diadakan pertemuan antara komandan pasukan yang bertempur di wilayah Medan. Mereka memutuskan untuk membentuk sebuah komando yang disebut Komando Resimen Laskar Rakyat untuk memperkuat perlawanan di kota Medan. Setelah pertemuan komandan yang bertempur di wilayah Medan pada 19 Agustus 1946 di Kabanjahe, Front Pemuda Indonesia (BPI) dibentuk yang berganti nama menjadi cabang Tanah Karo dari komando resimen Laskar Rakyat. Laskar Rakyat diketuai oleh Matang Sitepu sebagai presiden umum dan dibantu oleh Tama Ginting, Payung Bangun, Selamat Ginting, Rakutta Sembiring, R. M. Pandia dari N.V Mas Persada dari Koran Karo-Karo dan Informasi Sebayang.
Komposisi Laskar Rakyat menggabungkan potensi penuh para pemimpin muda dengan garis perjuangan mereka di Front Pemuda Indonesia. Ini termasuk mantan Gyugun atau Heiho, seperti Djamin Ginting, Nelang Sembiring dan Ginting Bombs. Sementara itu, orang-orang dari Talapeta adalah Payung Bangun, Merint Ginting, Gandil Bangun dan Tampe Malem Sinulingga. Sedangkan yang dari N. V. Mas Persada adalah surat kabar Karo-karo. Sementara itu, mereka yang datang dari Pusera Medan adalah Selamat Ginting, Rakutta Sembiring dan Tampak Sebayang. Selain itu, ada juga potensi lain bagi kaum muda seperti Matang Sitepu dan Tama Ginting.
Komando Prajurit Rakyat kemudian mengarah ke BKR (Badan Kemanan Rakyat), yang merupakan tentara resmi pemerintah. Djamin Ginting juga telah ditugaskan untuk memimpin pasukan bersenjata dengan Nelang Sembiring dan Bom Ginting serta anggota lainnya, seperti Selamat Ginting, Rimrim Ginting, Nahud Bangun, Kapiten Kuno dan Tampak Sebayang.
Secara umum, anggota BKR adalah mantan anggota Gyugun atau Heiho dan membentuk garis Jepang. Djamin Ginting adalah mantan komandan seksi Gyugun yang telah diangkat menjadi komandan batalyon BKR Tanah Karo. Untuk melanjutkan perjuangan di Medan, pada bulan Agustus 1946, Komando Resimen Prajurit wilayah Medan dibentuk. Komando resimen terus melakukan serangan terhadap Sekutu di wilayah Medan. Di hampir semua bagian Sumatra, ada perlawanan rakyat terhadap Sekutu, Belanda dan Jepang. Pertempuran juga terjadi di daerah lain, seperti Berastagi, Bukit Tinggi, Padang dan Aceh.
Jalannya Pertempuran Medan Area
Pertempuran Zona Medan berlangsung dari 13 Oktober 1945 hingga 1947. Berikut adalah kronologi Pertempuran Zona Medan yang dimulai dengan kedatangan sekutu di Indonesia, khususnya di Sumatra.
- Pasukan sekutu dari Divisi India ke-26, Brigade 4, mendarat di Sumatera Utara pada 9 Oktober 1945 dan dipimpin oleh Jenderal T.E.D. Kelly. Kemudian, Tim Bantuan Perang Internasional dan Bantuan Internasional (RAPWI) disambut oleh Gubernur Sumatera Utara Teuku Moh. Hasan, dan diundang ke tempat tawanan perang. Para tawanan perang berada di Pulu, Rantau Prapat, Pematang Siantar dan Berastagi. Sekutu juga diizinkan menempati beberapa hotel di Medan, termasuk Boer Hotel, Astoria, dan gedung NHM. Mereka mengatakan akan mengambil dan memulangkan tahanan perang dari kamp yang ada. Tetapi sekutu yang didukung NICA bukannya tahanan perang dan melatih batalyon KNIL Medan untuk mengambil alih kekuasaan di kota Medan sebagai tugas utama mereka.
- Di jalannya medan perang wilayah Medan, sebuah insiden terjadi di sebuah hotel di Jalan Bali, Medan, pada 13 Oktober 1945. Pasukan NICA yang tinggal di hotel itu menyita dan mencap pada lencana merah putih yang dikenakan oleh anak muda Indonesia sehingga anak muda menjadi marah. Akibatnya, mereka menyerang dan merusak sebuah hotel yang dihuni oleh pasukan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945, untuk membatasi pergerakan anak muda, sekutu mendirikan piring yang menunjukkan Batas Tetap Wilayah Medan di sudut-sudut kota Medan, yang menjadi asal mula nama Area Medan. Mereka menetapkan batas secara sepihak. Pada 18 Oktober 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum yang melarang orang membawa senjata dan menyerahkan semua senjata kepada pasukan Sekutu. Ultimatum yang diabaikan oleh orang-orang Medan mendorong sekutu untuk mengerahkan kekuatan mereka untuk menyerbu Medan dan sekitarnya.
- Pasukan Inggris dan NICA membersihkan elemen-elemen republikan di kota Medan dan berusaha untuk mendapatkan kembali kekuasaan, memprovokasi reaksi dari pemuda dan TKR untuk berperang. Pada 10 Desember 1945, Sekutu dan NICA menyerang kota Medan dalam skala besar dan membunuh banyak orang di kedua sisi. Mereka juga berusaha menghancurkan konsentrasi TKR di Trepes, tetapi mereka gagal. Seorang perwira Inggris diculik oleh para pemuda dan beberapa truk Sekutu dihancurkan. Jenderal T.E. Kelly mengancam para pemuda untuk menyerahkan senjata mereka, atau mereka akan ditembak. Pada April 1946, dalam jalannya medan perang wilayah Medan, kota Medan berhasil diduduki oleh Sekutu. Pusat perjuangan rakyat dan pemuda Medan, termasuk gubernur, kursi TKR dan walikota, dipindahkan ke Pematangsiantar. Juga temukan bangunan bersejarah Medan seperti bangunan Museum Medan dan sejarah Museum Bangunan Medan Arca.
- Dalam jalannya pertempuran berikutnya di wilayah Medan, pada 10 Agustus 1946, sebuah pertemuan diadakan di Tebing Tinggi antara komandan pasukan yang bertempur di wilayah Medan, dan menghasilkan keputusan untuk membentuk sebuah komando yang disebut komando resimen Laskar dari Tentara Rakyat wilayah Medan. Tujuannya adalah untuk menggabungkan semua pejuang dalam satu perintah. Pasukannya terdiri dari empat sektor yang dibagi lagi menjadi empat sub-sektor. Setiap sektor memiliki kekuatan batalion. Pusat komando terletak di Sudi Mengerti, Trepes.
- Pada 19 Agustus 1946, berlokasi di Kabanjahe, Front Pemuda Indonesia (BPI) dibentuk, yang kemudian dinamai Tanah Karo dari Komando Resimen Laskar Rakyat. Resimen dipimpin oleh Matang Sitepu sebagai presiden umum dan dibantu oleh Tama Ginting, Payung Bangun, Selamat Ginting, Rakutta Sembiring, R.M. Informasi Pandia, Karo-karo, dan Sebayang. Resimen terus melakukan serangan terhadap sekutu di wilayah Medan, sehingga hampir semua Sumatera menentang Jepang, Sekutu dan Belanda, termasuk di Padang, Bukittinggi dan Aceh.
- Jalannya medan perang di wilayah Medan berlanjut dari tanggal 6 hingga 12 Desember 1945 antara para pejuang dan tentara Inggris, bahkan dengan tentara Jepang yang digunakan oleh sekutu untuk melawan para pejuang Indonesia. Salah satu pertempuran paling penting terjadi pada 15 Januari 1946 di markas daerah Medan, Tanjung Morawa. Pertemuan strategis diadakan antara Panglima Tahir dan komandan resimen, termasuk Letnan Kolonel Cut Rakhman, yang datang dari Aceh dengan pasukan kuat dan memainkan peran penting dalam kronologi pertempuran di wilayah Medan.
- Komando daerah Medan kemudian mengembangkan rencana baru di timeline medan perang wilayah Medan untuk menyerang kota Medan dengan kekuatan sekitar 5 batalion yang diberikan target masing-masing. Waktu serangan ditentukan pada 15 Februari 1947 pukul 6:00 pagi WIB. Front Barat Medan dipimpin oleh Mayor Hasan Achmad dari Resimen Khusus Wilayah Medan (RIMA). Front Medan Selatan berada di bawah kepemimpinan Mayor Martinus Lubis. Bagian depan koridor Belawan Medan dipimpin oleh pasukan Yahya Hasan dan Letnan Amir Yahya dari kompi Batalyon III Rima.
Jalannya pertempuran di daerah Medan berakhir pada 15 Februari 1947 pada 24 jam setelah komite teknik gencatan senjata memerintahkan untuk mengakhiri kontak bersenjata. Komite gencatan senjata kemudian melakukan negosiasi untuk membangun garis demarkasi di sekitar Medan dan daerah Belawan Medan.
Tokoh Pertempuran Medan Area
Berikut adalah beberapa tokoh medan perang dari medan perang, yaitu sebagai berikut:
- Brig. T.E.D. Kelly
- Ahmad Tahir
- Teuku Muhammad Hasan
- Abdul Karim M. S.
- Dr. Ferdinand Lumbantobing
- R. Soehardjo Hardjowardojo
- Jenderal Suhardjo Hardjo Wadjojo
Dampak Pertempuran Medan Area
Pertempuran Medan berakhir pada 15 Februari 1947 pada 24 jam setelah penerbitan keputusan komite teknik gencatan senjata untuk mengakhiri kontak bersenjata. Komite teknis gencatan senjata telah bernegosiasi untuk membuat garis demarkasi akhir untuk wilayah Medan. Negosiasi yang berakhir pada 10 Maret 1947 membentuk garis demarkasi yang mengelilingi kota Medan dan daerah koridor Belawan Medan.
Panjang garis demarkasi dikendalikan oleh tentara Belanda dan area yang dikendalikan oleh tentara Republik total 8,5 km. Pemasangan pasak dari garis demarkasi dimulai pada 14 Maret 1947. Namun, kedua belah pihak (Indonesia dan Belanda) masih dalam konflik pada garis demarkasi ini. Hingga empat bulan setelah berakhirnya pertempuran ini, Belanda kemudian menghasilkan produk Operatie yang disebut Agresi Militer Belanda 1.
Akhir dari Pertempuran Medan Area
15 Februari 1947 pukul 12 siang. Komite teknis gencatan senjata akan mengadakan negosiasi untuk mengakhiri Pertempuran Medan. Tidak sampai 10 Maret 1947 batas ditetapkan untuk mengelilingi kota Medan dan Belawan untuk menentukan daerah milik sekutu dan untuk NICA dan daerah populasi TKR.
Batas ini mencapai 8,5 km. Setelah ada kesepakatan, di tangga; Pada 14 Maret 1947, pemasangan perbatasan dimulai. Namun, masih sering terjadi perselisihan antara pihak Indonesia dan Belanda mengenai tengara perbatasan daerah. Empat bulan kemudian, pertempuran ini dinyatakan berakhir. Belanda juga memimpin serangan terhadap Agresi militer Belanda 1 setelah berakhirnya pertempuran ini.
Daftar Pustaka:
- Maeswara, Garda. 2010. Sejarah Revolusi Indonesia. Yogyakarta: Narasi.
- Poesponegoro, Marwati Djoened. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
- Ricklefs, M. C. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta Gadjah Mada University Press.
Baca Artikel Lainnya: