Hallo, Selamat Datang di Pendidikanmu.com, sebuah web tentang seputar pendidikan secara lengkap dan akurat. Saat ini admin pendidikanmu mau berbincang-bincang berhubungan dengan materi Kerajaan Kalingga? Admin pendidikanmu akan berbincang-bincang secara detail materi ini, antara lain:
Sejarah Kerajaan Kalingga
Kerajaan kalingga atau kerajaan holing adalah kerajaan Hindu-Buddha yang muncul untuk pertama kalinya di pantai utara Jawa tengah pada abad ke-6 Masehi, dan dengan kerajaan Kutai dan Tarumanagara. Lokasi kerajaan kalingga tidak diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan saat ini berada di antara Pekalongan dan Jepara. Sebuah tempat bernama Kecamatan Keling telah ditemukan di pantai utara Kabupaten Jepara, tetapi beberapa temuan arkeologis di dekat Kabupaten Pekalongan dan Batang menunjukkan bahwa Kabupaten Pekalongan adalah pelabuhan kuno, menunjukkan bahwa Pekalongan mungkin nama yang diubah dari Pe-Kaling-an.
Kalingga ada antara abad ke 6 dan 7, dan merupakan salah satu kerajaan Hindu-Budha pertama yang didirikan di Jawa Tengah. Catatan sejarah kerajaan kalinga ini jarang dan tidak jelas, dan sebagian besar berasal dari sumber-sumber Cina dan tradisi lokal. Pendiri kerajaan Kalingga berasal dari dinasti Sailendra, yang adalah penguasa kerajaan Mataram kuno.
Keberadaan kerajaan Ho-ling pertama kali dilaporkan oleh seorang pendeta dan penjelajah bernama I-Tsing. Selain itu, keberadaan kerajaan Kalingga juga diceritakan oleh dinasti Tang (618-906 M).
Mandat kerajaan kalingga terjadi pada masa pemerintahan Ratu Shima yang memerintah pada tahun 674-732 M dan runtuhnya kerajaan kalingga terjadi karena hasil dari serangan terhadap Sriwijaya yang telah menguasai perdagangan.
Raja-raja yang pernah memerintah kerajaan kalinga termasuk Ratu Shima. Ratu Sima dikenal sebagai ratu yang bertindak adil dan bijaksana. Dalam teks Carita Parahyangan, Ratu Shima menikahi Mandiminyak (putra mahkota kerajaan Galuh), kemudian Mandiminyak menjadi raja kedua dari kerajaan Galuh.
Ratu Shima memiliki seorang cucu bernama Sanaha. Kemudian Sanaha menikah dengan raja ketiga kerajaan Galuh bernama Bratasenawa, yang pernikahannya dikaruniai seorang anak bernama Sanjaya.
Pada 732 M, Ratu Shima meninggal dan Sanjaya akhirnya menjadi raja bagian utara kerajaan Kalingga, selanjutnya nama kerajaan Kalingga Utara disebut Bumi Mataram. Kemudian, Raja Sanjaya mendirikan dinasti Sanjaya di kerajaan Mataram kuno.
Silsilah Kerajaan Kalingga
Berikut silsilah kerajaan kalingga, terdiri atas:
-
Santanu (632-648)
Santanu memiliki gelar Prabhu Kirathasingha. Pada 632 M dan 640 M, ia telah mengirim duta besarnya ke Cina. Menurut catatan I-Tshing, diketahui bahwa pada tahun 644 M, seorang pendeta Buddha Cina bernama Hwi-Ning datang. Dia menetap di Kalingga selama 3 tahun.
Selanjutnya, Hwi-Ning menerjemahkan salah satu kitab suci agama Hinayana ke dalam bahasa Sanskerta dalam bahasa Cina. Dalam upaya ini, Hwi-Ning dibantu oleh seorang pendeta Kalingga kerajaan bernama Janabadra.
-
Selendra (648-674)
Selendra memegang gelar Prabhu Kartikeyasingha sang mokteng Mahamerwacala. Pada 648 AD dan 666 AD, ia mengirim duta besarnya ke Cina. Kita tahu, Selendra meninggal di Gunung Mahameru. Dari pernikahan Prabu Kartikeyasingha dengan Dewi Sima, ia beruntung memiliki seorang putri dan seorang putra, yaitu:
- Dewi Parwati, menikah dengan Raja Mandiminyak dari Galuh,
- Radiyah Narayana, menjadi menantu Raja Jayasinghanegara dari Keling.
-
Maharani Sima (674-695)
Maharani Sima memiliki judul Sri Maharani Mahisa Suramardini Satyaputikeswara. Ratu Shima adalah raja kerajaan Kalingga yang terkenal. Ia dikenal karena penerapan hukum dan keadilan yang diterapkan secara disiplin tanpa diskriminasi di pemerintahannya.
Suatu ketika, seorang pedagang Arab ingin membuktikan kepatuhan orang-orang Kalingga terhadap hukum yang diterapkan. Dia menempatkan kotak-kotak uang di jalan-jalan di pusat kota. Ternyata, tidak ada yang berani menyentuh atau mengambilnya. Sampai suatu hari kaki putra mahkota secara tidak sengaja menyentuhnya. Karena itu Ratu Sima memerintahkan putranya untuk memotong kakinya sebagai hukuman.
Karena hukumannya dianggap terlalu berat, penasihat Ratu meminta agar hukumannya dikurangi, tetapi Ratu tetap teguh pada posisinya. Setelah didesak, Ratu Sima memutuskan untuk mengurangi hukumannya. Kaki Putra Mahkota tidak dipotong tetapi hanya jari kakinya.
Setelah kematian Ratu Sima pada tahun 695 M, kerajaan Kalingga dibagi menjadi dua wilayah kerajaan, untuk Dewi Parwati di utara dan untuk Radiyah Narayana di selatan. Mandiminyak, suami Dewi Parwati, tidak menggantikannya, karena ia menjadi raja kerajaan Galuh.
-
Dewi Parwati (695-717)
Dari pernikahan Prabhu Mandiminyak dengan Dewi Parwati, ia dikaruniai seorang putri bernama Dewi Sannaha. Kemudian Dewi Sannaha naik tahta untuk menggantikan ibunya.
-
Dewi Sannaha (717-732)
Dewi Sannaha menikah dengan raja ketiga kerajaan Galuh, yaitu Bratasenawa. Mereka berdua memiliki seorang putra bernama Sanjaya yang kemudian menjadi raja dari kerajaan Sunda dan Galuh (723-732 M).
-
Narayana (695-732)
Setelah kematian Prabhu Narayana, putranya, Prabhu Dewa Singha, menggantikannya.
Kehidupan Politik Kerajaan Kalingga
Pada abad ke 7 Masehi, kerajaan kalinga diperintah oleh ratu shima, hukum kalingga diterapkan dengan baik sehingga ketertiban dan ketertiban kalingga berjalan dengan baik. Menurut naskah, Ratu Sima memiliki seorang cucu bernama Sanaha yang menikah dengan Raja Brantasenawa dari kerajaan Galuh. Sanaha memiliki seorang putra bernama Sanjaya yang kelasnya akan menjadi mantan Raja Mataram. Setelah kematian Ratu sima, kerajaan Kalingga ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kalingga
Ekonomi Kerajaan Kalingga bergerak di bidang perdagangan dan pertanian. Bagi orang yang tinggal di pantai utara Jawa Tengah, perdagangan adalah sumber mata pencaharian utama mereka. Lokasinya yang strategis sering membuatnya dikunjungi oleh pedagang dari luar negeri. Kalingga adalah area produksi untuk penyu, emas, perak, tanduk badak dan gading.
Di Holing, ada sumber air garam yang digunakan untuk membuat garam. Orang-orang Holing hidup dengan damai karena tidak ada kejahatan atau kebohongan. Berkat kondisi ini, penduduk Ho-ling sangat peduli dengan pendidikan. Buktinya adalah bahwa penduduk Ho-ling sudah akrab dengan tulisan-tulisan itu, selain tulisan-tulisan orang-orang Ho-ling, mereka juga tahu astrologi dan bermanfaat untuk pertanian.
Sementara sebagian orang yang tinggal di pedalaman subur, menggunakan kondisi tanah subur untuk mengembangkan sektor pertanian. Produk pertanian yang dipasarkan termasuk beras dan minuman.
Orang-orang Kalingga dikenal karena kemampuan mereka untuk menyiapkan minuman yang terbuat dari kelapa dan bunga kelapa. Minumannya terasa manis dan bisa memabukkan. Menurut hasil perdagangan dan pertanian, masyarakat Kalinga menjalani kehidupan yang makmur.
Kehidupan Sosial Kerajaan Kalingga
Kerajaan Kalinga hidup dengan tertib karena kepemimpinan Ratu Damai dan Ketertiban Sima di kerajaan Kalingga berjalan dengan baik. Dengan menegakkan hukum, Ratu Sima buta. Berita tentang kekuatan hukum Ratu Sima. Untuk memverifikasi kebenaran berita yang didengar, seorang pria bernama T-shih yang adalah seorang Muslim Arab dan Persia memerintahkan orang-orangnya untuk meletakkan tas emas di jalan-jalan kerajaan Kalingga. Selama tiga tahun, tidak ada yang menyentuh tas itu, jika seseorang melihat tas itu, ia berusaha menjauh.
Tetapi suatu hari, putra mahkota secara tidak sengaja menginjak tas sampai bubar. Mendengar kejadian itu, Ratu Sima marah dan memerintahkan agar putra mahkota dihukum mati, tetapi karena para menteri memohon putra mahkota untuk dimaafkan. Akhirnya, Ratu Sima hanya memerintahkan agar jari pangeran mahkota yang menyentuh tas emas dipotong.
Kehidupan Beragama Kerajaan Kalingga
Kerajaan Kalingga menganut Hindu, tetapi ada juga orang-orang yang beragama Islam dan Budha. Dalam file ITsing, pada tahun 664-667, pendeta Budha Tiongkok bernama Hwu-ning dan asistennya Yun-ki datang ke Ho-ling.
Dengan Joh-napo-t’o-lo, mereka menerjemahkan buku nirwana Buddhis. Tetapi buku yang diterjemahkan sangat berbeda dari Kitab Suci Buddha Mahayana, jadi jelas bahwa holing bukan seorang Buddha Mahayana, tetapi mengadopsi Buddhisme Hinayana dari aliran Mulasarastiwada.
Masa Kejayaan Kerajaan Kalingga
Pada masa kejayaan kerajaan Kalingga terjadi pada masa pemerintahan Ratu Shima, yang membuat raja-raja kerajaan lain enggan, hormat, heran dan ingin tahu pada saat yang sama. Pada saat itu, perkembangan agama Buddha berkembang secara harmonis, sehingga daerah di sekitar kerajaan Ratu Sima juga sering disebut Di Hyang (tempat di mana dua agama Hindu dan Budha bergabung).
Di bidang pertanian, Ratu Sima mengadopsi sistem pertanian kerajaan ipar perempuannya. Dia merancang sistem irigasi yang bernama Subak. Budaya baru inilah yang kemudian melahirkan istilah Tanibhala, atau orang yang mengolah mata pencaharian mereka dengan bercocok tanam atau bertani.
Sumber Sejarah Kerajaan Kalingga
Ada beberapa sumber sejarah kerajaan Kalinga, termasuk:
1. Berita dari Dinasti Tang
Dinasti Tang terjadi pada tahun 618-906 M. Informasi selama Dinasti Tang termasuk:
- Ho-Ling, juga disebut Jawa, terletak di Laut Selatan. Di sebelah barat, ada pulau Sumatra, di sebelah timur, wilayah Po-Li (pulau Bali) dan di utara, Ta Hen La (Kamboja).
- Kerajaan Holing adalah penghasil emas, perak, kulit kura-kura, gading gajah, dan cula badak.
- Ibukota pemerintahan Holing dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tiang kayu.
- Warga kerajaan Holing / Kalingga sudah mahir membuat bunga beralkohol dan kelapa.
- Raja Holing tinggal di sebuah bangunan besar bertingkat, takhta di gading dan atapnya di daun lontar.
2. Berita Catatan I-Tsing
- Dalam catatan I-Tsing yang ditulis tahun 664-665 M, disebutkan bahwa pada abad ke-7 di tanah Jawa adalah salah satu pusat pengetahuan agama Buddha Hinayana.
- Di wilayah Holing atau Kalingga, ada seorang pendeta Cina (Cina) bernama Hwining. Imam itu adalah seorang penerjemah salah satu buku Buddhis dalam bahasa Mandarin. Dalam menjalankan fungsinya, ia berkolaborasi dengan seorang pendeta dari Jawa bernama Janabadra.
- Buku Buddhis yang dimaksud berisi kisah tentang Nirvana, tetapi kisah itu berbeda dengan kisah Nirvana dalam agama Buddha Hinayana.
3. Sejarah Parahyangan
Berdasarkan pada isi naskah Parahyangan, asal-usul Ratu Shima dijelaskan dan hubungannya dengan kerajaan Galuh. Keberadaan kerajaan Kalingga juga terkait dengan kerajaan Sunda, Mataram kuno dan Sriwijaya. Atas dasar sumber-sumber lain mengenai kerajaan ini, bahwa pada tahun 752, Kalingga atau Ho-Ling menjadi daerah / wilayah yang ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya. Karena itu, dalam perkembangan selanjutnya kerajaan ini menjadi daerah perdagangan Hindu dengan Tarumanegara dan Melayu.
4. Sejarah lokal
Salah satu sumber sejarah kerajaan Kalingga dalam bentuk sumber lisan adalah sejarah lokal yang berkembang di bagian utara Jawa Tengah. Kisah ini menceritakan tentang seorang ratu yang membela keadilan dan kebenaran tanpa pena. Ratu itu bernama Ratu Shima. Dia mendidik rakyatnya untuk jujur dan menghukum setiap kejahatan, seperti pencurian. Suatu ketika ada seorang raja yang berseberangan yang ingin menguji kejujuran orang-orang Kalingga dengan meletakkan sekantong koin emas di persimpangan jalan.
Selama beberapa tahun, tidak ada yang berani menyentuh tas berisi koin emas. Namun, setelah 3 tahun, tas itu disentuh oleh putra mahkota dengan kakinya dan untuk menegakkan hukum, ia menjatuhkan hukuman mati kepada putranya.
Runtuhnya Kerajaan Kalingga
Kerajaan Kalingga mengalami kemunduran mungkin karena serangan terhadap Sriwijaya yang mengendalikan perdagangan.
Bersama-sama orang Melayu dan Tarumanegara yang sebelumnya telah ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya. Tiga kerajaan adalah pesaing kuat dalam jaringan perdagangan Sri Lanka-Buddha.
Peninggalan Kerajaan Kalingga
Berikut adalah beberapa peninggalan kerajaan kalinga yang menjadi saksi sejarah kerajaan kalinga yang terdiri dari prasasti dan kuil:
1. Prasasti Peninggalan Kerajaan Kalingga
Berikut peninggalan kerajaan kalingga berbentuk prasasti, terdiri atas:
- Prasasti Tukmas
Prasasti Tukma ditemukan di Kabupaten Grabak, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi penemuan prasasti Tukma yang cukup jauh dari perkiraan ibu kota kerajaan juga membuktikan bahwa luas wilayah Kerajaan Kalingga cukup luas. Prasasti Tukmas membaca huruf Pallawa dan Sanskerta dengan pahatan beberapa gambar. Prasasti Tukmas berisi berita tentang sungai di lereng Gunung Merapi yang memiliki air jernih, mirip dengan aliran Sungai Gangga di India. Gambar-gambar dalam prasasti ini termasuk gambar trisula, kapak, kendi, chakra, semangka, dan bunga lotus. Gambar-gambar ini adalah bukti bahwa kerajaan Kalingga memiliki hubungan dekat dengan budaya Hindu di India.
- Prasasti Sojomerto
Prasasti Sojometro ditemukan di dusun Sojomerto, di kabupaten Batang. Prasasti Sojomerto ditulis dalam huruf Kawi dan dalam Bahasa Melayu Kuno, jadi para ahli percaya bahwa prasasti Sojomerto dibuat pada abad ke 7 Masehi.
Isi prasasti Sojomerto bercerita tentang keadaan keluarga kerajaan Kalinga. Salah satu pendiri kerajaan bernama Dapunta Sailendra. Menurut namanya, diperkirakan bahwa pendiri Kalingga berasal dari garis keturunan dinasti Sailendra, penguasa kerajaan kuno Mataram di era sebelumnya.
- Prasasti Upit
Prasasti Upit ditemukan di desa Ngawen, Kec. Ngawen, Kab. Klaten. Isi prasasti ini menceritakan tentang keberadaan sebuah desa, yang disebut desa upit yang telah menjadi daerah perdikan (bebas pajak) berkat sumbangan dari Ratu Shima. Pada saat itu, prasasti upit disimpan di Museum Arkeologi Jawa Tengah di Prambanan, Klaten.
2. Candi Peninggalan Kerajaan Kalingga
Berikut peninggalan kerajaan kalingga berbentuk candi, terdiri atas:
- Candi Angin
Candi angin ditemukan di desa Tempur, Kec. Keling, Jepara, Jawa Tengah. Dinamakan kuil angin karena candi ini berdiri di daerah yang cukup tinggi, walaupun anginnya sangat kencang dari waktu ke waktu, candi ini tidak runtuh dan tetap kokoh.
Berdasarkan analisis karbon, diperkirakan bahwa candi angin dibangun sebelum pembangunan candi Borobudur. Tidak adanya ornamen Buddha Hindu berarti bahwa candi ini harus dibangun sebelum budaya Buddha Hindu bercampur dengan budaya asli orang Jawa.
- Candi Bubrah
Candi Bubrah ditemukan di suatu tempat di sekitar kuil angin. Dinamai candi Bubrah karena ketika ditemukan, keadaan candi ini telah hancur (Jawa: Bubrah). Menurut arsitektur dan gaya bangunan, candi harus dibangun sekitar abad ke-9 Masehi dengan budaya Budha. Candi ini terbuat dari batu Andesit berukuran 12 meter x 12 meter namun begitu ditemukan, sisa reruntuhan dari ketinggian candi bubrah hanya sekitar 2 meter.
3. Situs Puncak Gunung Muria Sanga Likur
Di puncak Rahtawu (Gunung Muria) dekat distrik Keling, ada empat patung batu, yaitu patung Batara Guru, Narada, Togog, dan Wisnu. Sejauh ini, tidak ada yang bisa memastikan bagaimana mengangkut patung ke atas mengingat medan yang begitu berat.
Pada tahun 1990, di dekat puncak, Profesor Gunadi dan empat kolaboratornya dari Pusat Arkeologi Nasional Yogyakarta (sekarang Pusat Arkeologi Yogyakarta) menemukan prasasti Rahtawun. Selain empat arca, di kawasan itu juga terdapat enam tempat suci yang tersebar dari bawah ke atas, masing-masing dinamai (wayang) Bambang Sakri, Abiyoso, Jonggring Saloko, sekretaris, Pandu Dewonoto dan Kamunoyoso.
Baca Artikel Lainnya: